CIREBON– Untuk merealisasikan target produksi 1,9 juta barel oil equivalen per day (BOEPD) pada 2025 guna mendukung pertumbuhan perekonomian nasional PT Pertamina (Persero) akan menggencarkan akusisi aset minyak dan gas bumi di dalam dan di luar negeri. Bahkan akuisisi asset dari luar negeri (overseas) diandalkan mampu menyumbang 33% target produksi tersebut.

Syamsu Alam, Direktur Hulu PT Pertamina (Persero), mengatakan Pertamina akan melakukan strategi untuk mengelola blok-blok terminasi. Pertamina sedang menyiapkan pengelolaan delapan blok terminasi 2018 yang telah diserahkan pemerintah kepada Pertamina, termasuk di dalamnya Blok Sanga Sanga dan OSES.

Di domestik Pertamina juga mengoptimalisasikan asset-aset yang dimiliki dengan berbagai proyek, seperti PHE West Madura Onshore (WMO) Integration Project, Proyek Pengeboran Parang Nunukan, Proyek Pengeboran Randugunting, Optimalisasi EOR di sumur sumur tua dan lainya. “Optimalisasi aset ini dimaksudkan untuk meningkatkan produksi migas agar target perusahaan di sektor hulu tercapai,” ujar Syamsu di Cirebon, Minggu (9/4).

Sementara dari tiga blok yang telah berproduksi, yaitu Aljazair, Irak dan Malaysia, Pertamina kini memiliki tambahan dua blok yang sudah berproduksi di Nigeria dan Gabon. Sedang tujuh blok yang dalam tahap eksplorasi antara lain Namibia, Tanzania, Myanmar, Perancis, Italia, Kolombia, dan Kanada. “Kami bersyukur Pertamina ada di 12 negara,” ujar dia.,

Sejumlah langkah yang dilakukan Pertamina, tidak lepas dari upaya BUMN ini ingin memberikan kontribusi yang nyata dalam mendukung perekonomian nasional. Indonesia yang kini termasuk negara yang ke 16 kekuatan ekonominya, pada 2050 akan menjadi Negara dengan dengan perekonomian keempat setelah China, Amerika, dan India, dengan GDP US$ 15,432 Miliar.

Dengan pertumbuahn ekonomi semacam itu, tentu Indonesia membutuhkan dukungan energi secara maksimal. Secara nasional sesungguhnya kebutuhan energi nasional jauh lebih dari cukup. Pada 2015 produksi energi nasional 354 ton equivalen minyak, yang terdiri 271 ton batubara dan selebihnya sebanyak 113 ton minyak ,gas dan energi terbarukan.

Sementara konsumsi energi sebesar 195 ton, sebenarnya energi nasional itu mengalami surplus. Hanya yang menjadi dilema, konsumsi energi sebesar itu, dalam kenyataanya dipenuhi 113 ton (60) dari migas dan energi terbarukan. “Kondisi demikian jika tidak diantisipasi, Indonesia mengalami defisit migas,” ujar dia.

Di tengah tingginya konsumsi migas, justru produksi migas Indonesia terus merosot, seiring makin menipisnya cadangan yang dimiliki. Sekalipun Indonesia memiliki 60 cekungan, cadangan minyak Indonesia itu berada di urutan 26 dunia, sekitar 4 miliar barel. Hal yang sama dengan cadangan gas Indonesia di urutan ke 14 dengan cadangan 100 TCF.

Langkah Pertamina mengelola blok Migas di luar negeri sesunggunya untuk memperkuat cadangan dan produksi nasional. Produksi Migas di luar hasilnya akan dibawa pulang untuk diolah di kilang-kilang yag ada di Indonesia untuk memenuhi konsumsi bahan bakar minyak domestik. (RI)