JAKARTA – Pemerintah akan mengurungkan niat mengmpor gas seiring mulai berproduksinya ladang-ladang gas besar di tanah air. Salah satu lapangan di antaranya adalah lapangan Jangkrik yang dikelola ENI Indonesia.

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Mjnyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan produksi ENI di Lapangan Jangkrik yang saat ini mencapai 450 juta mater kaki kubik per hari (MMSCFD) kemungkinan besar akan meningkat menjadi 600 MMSCFD pada akhir 2017.

“Jangkrik ternyata bagus, tadinya 400 MMSCFD-450 MMSCFD ternyata bisa sampai 600 MMSCFD. Jadi kemungkinan besar 2019 tidak perlu impor gas karena produksi lebih bagus dari perkiraan,” kata Wiratmaja pada ajang Gas Indonesia Summit and Exhibition 2017 di Jakarta, Rabu (12/7).

Pada neraca gas 2016 – 2035 yang dirilis Kementerian ESDM sebelumnya, Indonesia diperkirakan akan mulai mengimpor gas pada 2019. Dalam neraca disebutkan Indonesia akan membutuh gas dari impor sebesar 1.672 MMSCFD dan naik setahun kemudian menjadi 1.677 MMSCFD.

Selain didukung produksi ENI di Lapangan Jangkrik, impor juga diurungkan karena produksi dari Tangguh Train 3 pada 2020. Fasilitas milik BP tersebut ditargetkan mampu berproduksi hingga sebesar 3,8 MTPA. “Begitu Tangguh Train 3 masuk tidak perlu impor lagi,” tukas Wiratmaja.

Menurut Wiratmaja, kalaupun harus impor kemungkinan akan dilakukan setelah 2020, yakni saat masih dilakukan pengembangan lapangan gas Masela. Apabila proyek Masela rampung antara 2025-2027 maka keran impor akan kembali ditutup. “Diatas 2026 saya kira tidak perlu impor lagi,” kata dia.

Namun demikian Wiratmaja menegaskan proyeksi tidak adanya impor gas dalam beberapa tahun ke depan jika ditelisik dari sisi volume. Hal ini tidak berkaitan dengan harga gas yang ditawarkan produsen gas. “Jadi tidak impor dari sisi volume. Kalau dari sisi harga beda lagi ceritanya,” katanya.(RI)