JAKARTA – Implementasi kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) gross split dinilai justru berpotensi menciptakan inefisiensi. Pasalnya, dengan seluruh pembiayaan ditanggung kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), efisiensi sulit terwujud jika banyak regulasi yang mengatur proses procurement.

Christina Verchere, President Indonesia Petroleum Association (IPA), mengatakan selama ini dengan skema cost recovery ada jaminan terhadap penggantian biaya selama masa procurement. Padahal proses ini harus melalui berbagai proses panjang dan tidak sedikit menelan biaya.

Selama ini kebutuhan investor disuarakan karena dalam operasional pengeluaran biaya besar akan langsung berdampak ke margin internal yang berujung pada aktivitas perusahaan dalam mengelola lapangan minyak dan gas.

“Untuk efisiensi, itu ada hubungan sama procurement. Salah satu tantangannya itu peraturan yang ada di Indonesia. Proses bisa jadi lebih mahal dan butuh waktu untuk lakukan procurement tersebut,” ungkap Verchere pada Indonesia Petroleum Indonesia Convention and Exhibition 2017 di Jakarta.

Masalah dengan regulasi sebenarnya bukan masalah baru di industri migas tanah air. Namun dengan penerapan gross split, permasalahan tersebut akan meningkatkan risiko usaha.

“Jadi masalah utama, saya takut kita tidak fokus pada buat prosesnya lebih efisien. Ini efisiensi diperlukan,” tukas dia.

Andrew Harwood, Direktur Penelitian Hulu Migas Region Asia Pasifik Wood Mackenzie, menyatakan skema gross split bisa bermanfaat dan memberikan benefit, baik bagi pemerintah maupun kontraktor jika diterapkan pada ladang migas yang sudah terbukti cadangannya. Ini akan berbeda jika belum ada cadangan terbukti yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. “Tapi Pak Menteri (ESDM) mengatakan ada ruang untuk negosiasi,” kata dia.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan pelaku usaha harus melihat adanya sisi efisiensi waktu yang akan diciptakan dari skema gross split. Apalagi pada setiap bisnis waktu adalah salah satu unsur utama.

“Kita percepat bisnisnya jadi tidak perlu ikuti proses procurement pemerintah. Jadi itu hemat waktu, dan anda ada di level cost management. Jadi anda memutuskan apa yang terbaik bagi anda (investor),” tandas Jonan.(RI)