JAKARTA – Posisi Direktur Utama PT Pertamina (Persero) masih menjadi misteri. Sejak Elia Massa Manik dilengserkan dari kursi jabatannya 20 April 2018 lalu, posisi Dirut masih diisi oleh Nicke Widyawati sebagai pelaksana tugas yang seyogyanya merupakan direktur Sumber Daya Manusia (SDM).

Pemerintah sendiri masih bungkam terkait posisi Dirut Pertamina. Rini Soemarno, Menteri BUMN menolak berkomentar saat coba dikonfirmasi.

Beberapa nama sudah diisukan untuk mengisi kursi Pertamina 1 mulai dari Nicke Widyawati yang hanya tinggal dilantik menjadi dirut definitif, hingga Amien Sunaryadi yang saat ini menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).

Satu nama lainnya yang diisukan juga menjadi kandidat Dirut, yakni Hanung Budya Yuktyanta yang merupakan mantan direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina.

Fajar Harry Sampurno Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, mengatakan sampai saat belum ada nama pasti yang akan mengisi posisi direktur. Adapun menurutnya yang akan menentukan nantinya adalah Presiden Joko Widodo.

“Belum, belum ada info,” kata Fajar ditemui di Kementerian Keuangan Jakarta, Kamis (12/7).

Menurut Fajar, presiden sudah mengantongi tiga nama yang disodorkan oleh Kementerian BUMN.

“Tergantung presiden. Sudah ada tiga nama,” tukas Fajar.

Posisi Dirut Pertamina dinilai penting untuk bisa memutuskan kebijakan strategis perusahaan. Karena akan berdampak terhadap kinerja operasional.

Amien Sunaryadi, Kepala SKK Migas, juga telah mengungkapkan kebijakan Pertamina yang terbatas karena kurang lengkapnya direksi membuat berbagai saran SKK Migas untuk meningkatkan produksi tidak bisa dijalankan.

“Kontrol direksi Pertamina tidak mudah untuk dilakukan selama masih Plt. data sumur tidak lengkap. semoga bisa ambil keputusan yang strategis dan cepat,” ungkap Amien.

Dalam data realisasi SKK Migas, lifting migas hingga semester I tahun ini kinerja anak perusahaan Pertamina yang masuk dalam jajaran kontributor migas terbesar di tanah air  meleset dari target APBN. Untuk minyak ada Pertamina EP yang realisasi liftingnya hanya 70.031 barrel oil per day (BOPD) atau 81,6% dari target 85.869 BOPD.

PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) dalam target seharusnya mencapai 48.271 BOPD tapi realisasinya 96,1% atau  46.376 BOPD. Lalu ada PHE ONWJ dengan realisasi sebesar 30.489 BOPD atau 92,4% dari target sebesar 33.000 BOPD.

Kemudian untuk lifting gas juga ada beberapa anak usaha yang tidak mencapai target.  Misalnya untuk PHM hanya 916 MMSCFD atau 83,3% dari target sebesar 1.100 MMSCFD. Lalu Pertamima EP sebesar 816 MMSCFD meleset tipis dari target 832 MMSCFD. Serta PHE WMO sebesar 125 MMSCFD atau  92,9% dari target 135 MMSCFD.(RI)