JAKARTA–  Harga minyak mentah belum menunjukkan peningkatan, bahkan pada perdagangan Jumat (25/3), harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak Mei 2016, turun 0,33 poin atau 0,83% menjadi US$ 39,45 per barel. Sedangkan minyak Brent berada di level US$40,44 per barel, merosot 0,03 poin atau 0,07%. Padahal impor minyak mentah China diprediksi meningkat tahun ini seiring dengan naiknya permintaan perusahaan penyulingan untuk menggenjot cadangan sumber energi tersebut.

Produksi minyak Blok CPP lampau target

Produksi minyak Blok CPP lampau target

Standard Chartered Bank dalam laporanya seperti dikutip Bloomberg, Minggu (27/3), menyatakan impor minyak mentah China akan naik sebanyak 600.000 barel per haari sepanjang 2016. Pada Februari lalu, penerimaan melonjak menjadi 8 juta barel per hari.

Menurut  analis Standard Chartered Bank Priya N Balchandi, pengiriman ke China sudah melebihi tingkat impor minyak mentah Amerika Serikat sebagai konsumen terbesar di dunia. Standard Chartered memprediksi impor China bakal terus meningkat dan menyentuh level 10 juta barel per hari pada akhir 2018 atau awal 2019.

“Pertumbuhan perusahaan penyulingan dan perluasan cadangan minyak bumi menjaga kapasitas impor tetap tinggi,” katanya.

Berkembangnya industri penyulingan tak lepas dari meluncurnya harga minyak di tahun ini untuk mengisi cadangan strategis. Level impor pun meningkat 8,8% lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.

Sebagai konsumen komoditas terbesar di dunia, China masih bergantung pada pasokan dari luar negeri untuk beberapa produk. Komoditas impor utama antara lain bahan bakar gas cair, minyak mentah, dan nafta.

Volume penyulingan juga bakal bergerak menguat guna memenuhi permintaan bahan bakar bensin di pasar mobil terbesar di dunia. Di sisi lain, China meningkatkan ekspor diesel di tengah perlambatan produksi industri sektor konsumsi.

Standard Chartered Bank memperkirakan sepanjang tahun ini rata-rata permintaan minyak mentah konsumen kedua terbesar di dunia ini akan bertambah 420.000 barel per hari. Tahun lalu, konsumsi bertumbuh 6,2% menjadi 9,4 juta barel per hari. “Kami memprediksikan tahun ini penyerapan China mencapai 37% dari permintaan minyak mentah seluruh dunia,” ujar Balchnandi.

Sistem penentuan harga bahan bakar juga mendukung ekspansi impor dan pertumbuhan kapasitas penyulingan. Akhir tahun lalu, pemerintah setempat sudah memutuskan menghentikan penurunan harga ketika minyak mentah berada di bawah US$40 per barel.

Harga minyak saat ini mengalami fluktuasi dengan tren menurun. Beberapa katalis positif nyaris tidak mampu menopang kenaikan harga saat ini. Sebut saja laporan Baker Hughes Inc yang menyatakan bahwa rig aktif pengeboran minyak AS sudah menurun 15 menjadi 372 rig pekan ini. Itu merupakan level terendah rig aktif sejak November 2009. Biasanya laporan rig ini akan menopang kenaikan harga tapi nyatanya kali ini gagal. Padahal sudah berbarengan dengan laporan penurunan produksi minyak Amerika Serikat.

Badan Energi  Internasional (EIA)  mencatatkan produksi minyak AS turun menjadi 9,04 juta barel per hari yang merupakan level produksi terendahnya sejak November 2014. Dukungan lainnya bagi harga juga datang dari pernyataan Iran dan Uni Emirat Arab siap bergabung dalam pertemuan di Doha, Qatar nanti.

Namun, perkara pasokan yang tinggi dan penolakan Iran memang katalis negatif yang besar. Pasalnya,  Iran tidak hanya menolak bergabung dalam pertemuan tapi juga enggan mengurangi produksinya yang terus melambung dan ditargetkan menjadi 1 juta barel per hari pada 2016. (DR)