JAKARTA – Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menyatakan potensi penggunaan energi listrik surya atap di Indonesia besar sekali. Khusus di Pulau Jawa, potensi energi surya ditaksir bisa mencapai  60-80 gigawatt peak (GWp).

“Walaupun biaya produksi PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) atap (rooftop)  masih relatif tinggi untuk payback secara wajar, yaitu sekitar Rp 1.800/ KWh, namun sudah mendekati harga TDL sekitar Rp 1.460 Rp/ KWh. Jadi sudah semakin banyak publik yang tertarik menggunakannya,” kata Andhika Prastawa, Ketua AESI, kepada Dunia Energi di Jakarta, Senin (5/2)

Menurut Andhika, Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap berpotensi membangkitkan sampai dengan 1 gigawattGW peak (GWp) pada 2025. Gerakan tersebut lebih mengandalkan partisipasi publik untuk menggunakan PLTS untuk mengurangi konsumsi listrik dari PT PLN (Persero).

“PLTS rooftop di Indonesia masih jauh dari mengancam market ataupun sistem kelistrikan PLN, terutama di sistem Jawa-Madura-Bali (JAMALI). Apabila nanti tercapai 1 atau 2 GWp PLTS rooftop, kapasitas ini sangat kecil dibanding beban total siang hari Jawa, Madura, Bali (Jamali), yang saat ini saja sudah 23 GW,” ujar Andhika.

PLTS rooftop hanya berproduksi siang hari efektif sekitar 3,5 jam. Jika ada market loss, hanya 3,5 – 7 GWh/hari, bandingkan dengan pasar JAMALI yang sekitar 480 GWh/hari.

Andhika mengatakan, untuk mengurangi market loss PLN bisa membuka retail penyedia rooftop. Dengan demikian tetap ada revenue dari bisnis tersebut.

“Bila harga PLTS rooftop 1 kWp installed sekitar US$ 1000, maka dengan pasar 1 GW, ada potensi bisnis US$ 1 miliar. 1GW=1 juta kW,” kata dia.

Untuk rencana pemangkasan porsi bauran pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT), dimungkinkan akan berdampak pada pemanfaatan energi surya. Sepertinya diketahui, draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027 menyebutkan proyeksi penambahan pembangkit listrik EBT ditargetkan sebesar 14.912 MW. Proyeksi tersebut jauh berkurang dibanding RUPTL 2017-2026 sebesar 21.560 MW. Pada 2018, penambahan pembangkit listrik EBT diproyeksikan hanya sebesar 512 MW.

“Secara umum, pemanfaatan tenaga surya potensial terdampak, terutama PLTS-PLTS yang dibangun oleh IPP besar dan proyek-proyek PLN,” tandas Andhika.(RA)