JAKARTA –  Kinerja direksi PT PLN (Persero) dinilai perlu dievaluasi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena lamban merealisasikan proyek ketenagalistrikan yang dicanangkan pemerintah. Apalagi hubungan direksi dan komisaris juga kurang harmonis.

Faby Tumiwa, Direktur Eksekutif Indonesia Essential Services Reform, mengatakan adanya pengajuan pengunduran diri Kuntoro Mangkusubroto sebagai Komisaris Utama PLN menunjukan hubungan yang kurang baik antara Komisaris dan Dirut PLN.

“Hal ini juga menunjukan adanya krisis kepercayaan komisaris kepada dirut PLN dan indikasi krisis tata kelola perusahaan,” kata dia kepada Dunia Energi, Selasa (17/5).

PLN juga diketahui belum menyerahkan perbaikan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2016-2025  ke Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM). PLN diberikan tenggat waktu menyerahkan perbaikan sebelum 20 Mei 2016. Jika melewati batas tanggal 20 Mei tersebut berarti direksi PLN melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012.

RUPTL memang sudah terlambat. Harusnya awal tahun sudah disahkan. Keterlambatan RUPTL juga membuat para investor wait and see. Saya menduga karena PLN mencoba mamasukan proyek-proyek tertentu dalam RUPTL karwna adanya pesanan-pesanan dari pihak-pihak tertentu,” kata Faby.

Perbaikan dan penyempurnaan RUPTL yang harus dilakukan PLN antara lain, porsi bauran energi dari Energi Baru Terbarukan (EBT) yang harus sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pembangunan listrik perdesaan dan share PLN dengan IPP dalam proyek 35 GW.

RUPTL merupakan dokumen penting bagi pelaksanaan percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang telah dicanangkan oleh Pemerintah untuk mendorong investasi di bidang Ketenagalistrikan yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara Nasional.(RA)