JAKARTA – PT PLN (Persero) memperkirakan akan ada pertumbuhan penggunaan solar campuran biodiesel 20% atau B20 setelah kebijakan perluasan B20 diimplementasikan pada 1 September 2018 mendatang seiring peningkatan pembangkit yang menjalankan B20.

Djoko Rahardjo Abumanan, Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara PLN, mengatakan pengunaan B20 oleh pembangkit PLN sampai sekarang terus dipersiapkan.

PLN memperkirakan serapan biodiesel pada tahun ini bisa mencapai lebih dari realisasi 2017. PLN memproyeksikan kebutuhan biodiesel mencapai 451,7 ribu kiloliter (KL). Untuk solarnya saja membutuhkan sekitar 1,8 juta KL.

“PLN siap 2,2 juta KL, kami selama ini siap pakai,” kata Djoko saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Kamis (23/8).

Data PLN menyebutkan kebutuhan 2,2 juta KL biodiesel diperuntukan untuk memasok Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sebanyak 4.435 unit dengan total kapasitas mencapai 4.077 megawatt (MW).

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir serapan biofuel PLN naik turun. Pada 2015, PLN mampu menyerap 190, 6 ribu KL. Pada 2016 menjadi 378,8 ribu KL, setelah serapannya anjlok menjadi 294,5 ribu KL di 2017. Untuk tahun ini serapannya hingga Juni mencapai 115,7 ribu KL.

Menurut Djoko, seharusnya jika sesuai roadmap maka pembangkit listrik sudah menerapkan B30 atau campuran biodiesel 30%, namun tidak semua mesin PLTD mampu menyerapnya. Sehingga pengguna biofuel bervariasi dan berbeda antara satu dan lain. “Biofuel saja, tidak mix. Karena tidak bisa semua (B30),” kata dia.

Djoko mengatakan sebagai pengguna, PLN hanya menunggu pasokan biodiesel dari perusahaan pemasok, yakni PT Pertamina (Persero), PT AKR Corporindo Tbk serta PT Kutilang Paksi Mas (KPM). Naik turunnya serapan biodiesel juga turut dipengaruhi ketersediaan pasokan.

“Selama ini kami ada tiga supplier, Pertamina, AKR, KPM, yang siap hanya Pertamina, sekarang kan ada Perpres 66/2018, harusnya semua siap,” tandas Djoko.(RI)