JAKARTA – PT PLN (Persero) akan mengurangi porsi penggunaan pembangkit listrik bertenaga gas pada tahun ini. Sebagai gantinya, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Syofvie F Roekman, Direktur Perencanaan PLN, mengatakan PLTU dan PLTA diprioritaskan karena lebih efisien dari sisi biaya produksi dibanding pembangkit listrik lainnya.

Beberapa pembangkit batu bara sebenarnya belum dijadwalkan rampung pada tahun ini, namun PLN akan mempercepat target pembangunan.

“PLTU kami lagi upayakan yang besar-besar (kapasitas) bisa masuk tahun ini. Sebenarnya sih harusnya tahun depan, tapi diupayakan tahun ini bisa masuk,” kata Syofvie di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis malam (10/1).

Salah satu pembangkit yang masuk daftar untuk bisa dipercepat diantaranya, PLTA Jatigede, Rajamandala.

Syofvie mengatakan jika semua pembangkit yang ditargetkan pada tahun ini rampung tidak serta merta akan terjadi kelebihan pasokan. Saat sudah aktif, maka langsung akan mengganti pembangkit listrik yang dianggap kurang efisien.

Jumlah kapasitas PLTU yang selesai dibangun dalam RUPTL 2019-2028 adalah sebesar 2.200 MW.

“Kebutuhan sistem. Kalau di sistem Jawa-Bali masuk 2.000-an MW kan tidak besar, justru bagus, biar saya bisa tekan gas, mengurangi,” ungkap Syofvie.

Dalam draft RUPTL 2019-2028 yang didapatkan Dunia Energi, jumlah kapasitas penambahan pembangkit batu bara masih paling besar. Baru kemudian diikuti pembangkit air dengan kapasitas sebesar 1.095 MW. Sementara pembangkit gas tidak ada  yang ditargetkan rampung pada tahun ini.(RI)