JAKARTA –  PT PLN (Persero) bersama Keppel Offshore and Marine dan Pavilion Gas secara resmi memulai penandatanganan kerja sama kajian bersama untuk pendistribusian gas cair (Liquefied Natural Gas/LNG) melalui mekanisme swap.

Nicke Widyawati, Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN mengungkapkan kajian yang dilakukan secara bersama – sama dengan Keppel akan berlangsung selama enam bulan.

“Jadi itu (penandatanganan) kajian, kemungkinan dilakukan kerja sama untuk swap LNG, jangka waktunya enam  bulan,” kata Nicke saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (8/9).

Penandatanganan perjanjian PLN dan Keppel telah dilakukan direksi kedua perusahaan disela perayaan 50 tahun hubungan persahabatan Indonesia – Singapura pada Kamis (7/9).

Dalam perjanjian tersebut akan dikaji pendistribusian LNG oleh kedua perusahaan asal Singapura itu ke terminal LNG terapung di laut ataupun di darat di wilayah Indonesia bagian barat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik milik PLN yang berkapasitas 25 MegaWatt (MW) – 100 MW.

Menurut Nicke,  untuk saat ini tidak diperlukan impor LNG karena pasokan dari dalam negeri masih cukup mumpuni. Namun demikian rencana swap gas tetap dikaji karena ditujukan untuk mendapatkan harga gas yang lebih kompetitif sehingga Biaya Pokok Produksi (BPP) bisa ditekan. Dengan begitu listrik yang dihasilkan nantinya juga akan lebih murah bagi masyarakat.

Menurut perhitungan PLN impor gas baru akan mulai dilakukan setelah 2022 ketika permintaan akan gas makin meningkat tajam.

Akan tetapi itu juga tergantung dari performa lapangan-lapangan gas di tanah air. Apabila produksi gas nasional bisa ditingkatkan maka impor tidak perlu dilakukan.

“Setelah 2022 kelihatannya sudah harus mulai impor. Tapi nanti kan tergantung proses pembangunan hulu di Indonesia seperti apa. Ini kan semuanya diatur oleh kementerian ESDM juga,” kata Nicke.(RI)