JAKARTA –  Pemerintah dinilai tidak konsisten menjalankan kebijakannya jika PT PLN (Persero) merealisasikan impor gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dari Singapura  untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik. Saat ini PLN tengah melakukan studi kelayakan impor LNG bersama dengan Keppel Offshore and Marine dan Pavilion Gas.

Achmad Widjaja, Wakil Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Industri Hulu dan Petrokimia,  mengungkapkan PLN sebagai konsumen gas tidak seharusnya repot menyiapkan infrastruktur karena negara sudah memiliki badan lain untuk penyediaan gas,  yakni PT Pertamina (Persero)  dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.

Rencana PLN menyiapkan infrastruktur menunjukan tidak adanya koordinasi antar instansi pemerintah dalam mengelola pasokan serta distribusi gas yang dibutuhkan  PLN,  sehingga BUMN listrik itu berusaha sendiri mencari sumber pasokan gas.

“Kenapa PLN selama ini masih picker di gas,  kenapa mesti impor dan siapkan infrastruktur? Itu namanya pemerintah tidak konsisten, porsi PGN dan Pertamina kemana ? User saja kenapa mesti miliki ini itu. Sangat tidak rasional, merusak tata kelola migas,” kata Achmad kepada Dunia Energi, Selasa (12/9).

Achmad pun meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) turun tangan untuk segera membenahi persoalan tersebut, Pasalnya  jika hanya alasan infrastruktur seharusnya sudah bisa diatasi melalui implementasi komitmen pengembangan infrastruktur.

Dia mencontohkan terdapat dua infrastruktur gas misalnya regasifikasi yang masih belum optimal penggunaannya.

“Contoh nyata FSRU belum efisien di Lampung serta Regas di Arun. Semua sudah ada, kenapa tidak bisa? Presiden perlu turun tangan seperti membangun infrastruktur dimana-mana? Sepotong, ketahanan energi cuma perlu komitmen pemerintah saja,” ungkap Achmad.

Pekan lalu di sela-sela peringatan 50 tahun hubungan bilateral Indonesia – Singapura, PLN tandatangani perjanjian Head of Agreement (HoA) dengan Keppel Offshore and Marine dan Pavilion Gas dalam penyediaan dan penggunaan infrastruktur gas.

Amir Rosidin, Direktor Regional Bisnis Jawa Bagian Tengah PLN yang mewakili perusahaan dalam penandatanganan tersebut mengungkapkan inti dari HoA yang ditandatangani masih sebatas studi selama enam bulan. Adapun rencana swap gas yang diwacanakan akan dibicarakan lebih lanjut jika dalam studi menunjukkan hasil positif.

“HoA bukan transaksi jual beli. HoA studi penyiapan infrastruktur LNG skala kecil. Kalau memang tidak efisien berhenti kerja sama nya. Swap dimungkinkan tapi belum,” tandas Amir.(RI)