JAKARTA – PT PLN (Persero) dinilai harus membuktikan diri mampu mengelola wilayah kerja panas bumi melalui tiga WKP penugasan, yakni Tangkuban Parahu, Jawa Barat; Songa Wayauwa, Maluku Utara dan Atedai, Nusa Tenggara Timur.

Abadi Purnomo, Ketua Asosiasi Panasbumi Indonesia, menyatakan pengembangan panas bumi tidak hanya memerlukan kemampuan finansial, namun juga penguasaan teknologi dan kemampuan sumber daya manusia.

“Yang menjadi pertanyaan untuk dapat mengelola 14 WK penugasan, apakah PLN sudah mempunyai SDM yang mempunyai kapabilitas di sektor hulu panas bumi? Dan apakah PLN sudah menguasai teknologinya?,” kata Abadi kepada Dunia Energi, Rabu.

Menurut dia, langkah pemerintah yang hanya memberikan tiga WKP dari 14 WKP yang diminta PLN merupakan langkah bijak untuk melihat kemampuan perusahaan listrik itu mengelola panas bumi secara keseluruhan.

“Panas bumi ‘site specific’ bukan hanya pengetahuan tapi juga diperlukan pengalaman. Pemerintah sangat ‘wise’ dengan memberikan WKP secara bertahap,” tukas Abadi.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan ada tiga WKP yang diizinkan untuk bisa digarap PLN, yakni WKP Tangkuban Parahu (110 WW), Songa Wayauwa (10 MW) dan Atedai (10 MW).

“Mereka (PLN) memang minta 14 WKP, tapi setelah kita evaluasi kita akhirnya kasih tiga dulu,” kata Rida.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan pertimbangan keuangan menjadi salah satu alasan kuat pemerintah yang hanya memberikan tiga WKP ke PLN. Hal ini karena pengembangan panas bumi membutuhkan biaya sangat besar dan pengembalian yang cukup lama. Padahal PLN saat ini juga masih harus menjalankan berbagai program lain yang juga membutuhkan dana tidak sedikit.

“Jika keuangan PLN banyak terkonsentrasi ke sana (panas bumi) akan kurang baik untuk PLN di masa depan,” kata Komaidi.(RI)