JAKARTA – Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya resmi mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 19 Tahun 2016 pada 12 Juli 2016 tentang pembelian tenaga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Fotovoltaik oleh PT PLN (Persero) dengan total kuota sebesar 5.000 megawatt (MW). Hal ini tentunya sesuai dengan petunjuk dan arahan serta program Presiden Joko Widodo terkait proyek pembangunan pembangkit listrik 35 gigawatt (GW).

Ferdinand Hutahaean, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), menyatakan Presiden secara lugas dan terang telah menginstruksikan tentang percepatan pembangunan listrik berbasis pada energi baru terbarukan (EBT), di antaranya tenaga surya dan mikro hydro serta mini hydro.

“Petunjuk dan instruksi Presiden tidak bercabang, tidak bersayap dan sangat jelas. Sehingga PT PLN (Persero) tidak butuh penafsiran panjang lebar untuk mengeksekusi kebijakan tersebut,” kata Ferdinan, Selasa (26/7).

Menurut Ferdinand, amanat Presiden yang ditindak lanjuti oleh Menteri ESDM dengan menetapkan tarif beli listrik dari sektor energi baru terbarukan inilah salah satu poin yang menjadi polemik. Perbedaan tarif beli dan jual listrik tersebut mestinya tidak jadi kontroversi, karena bisa diatasi dengan cara PLN mengajukan subsidi atas selisih harga tersebut.

“Perintah beli itu adalah kebijakan negara. Kebijakan pemerintah yang mana PLN dalam posisi sebagai eksekutor wajib mematuhi dan melaksanakan kebijakan yang diamanatkan pemerintah. Pembangunan listrik energi baru tersebut butuh insentif dan stimulus supaya sektor yang harusnya menjadi andalan masa depan ini berkembang sesuai rencana dan target,” ungkap dia.

Ferdinand menekankan tidak ada alasan bagi PLN untuk menolak karena ini kebijakan pemerintah untuk rakyatnya. Bukan malah menjadikan kebijakan itu menjadi polemik seolah memojokkan Menteri dan Presiden pada posisi yang ingin merugikan PLN.

Permen 19 Tahun 2016 yang baru terbit mengamanatkan kepada PLN untuk segera menetapkan kuota perwilayah PLTS tersebut. Penetapan kuota itu harus transparan sehingga publik mengetahui wilayah mana saja dan kuotanya berapa.

“Kuota itu harus segera dibuka, jangan ditutupi sehingga menjadi permainan kongkalikong dengan para pemain atau mafia di sektor ini.Yang terpenting sekarang segera buka kuota PLTS, dan publikasikan capaian pembangunan 35 GW supaya publik mengetahui progressnya. Ini era keterbukaan, tidak saatnya lagi bermain diruang tertutup,” tandas Ferdinand.(RA)