JAKARTA – PT PLN (Persero) menggandeng sejumlah perguruan tinggi negeri untuk membangun dan mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pertama hasil karya dalam negeri. Rencananya proyek PLTU nasional dengan kapasitas 2×50 megawatt (MW) akan mulai dibangun pada 2019 di Pulau Bangka dan bisa rampung dan dioperasikan pada 2022.

Rini Soemarno, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengungkapkan dengan melibatkan dunia pendidikan yang lebih banyak, maka link and match dunia pendidikan dan dunia usaha khususnya, dan terutama BUMN, benar-benar terwujud.

“Sudah akan melakukan penelitian bersama 2×10 MW, target harus selesai. Saya kasih target sebelum 2022. Harus pakai target,” kata Rini disela penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS) antara PLN dan tujuh perguruan tinggi di Jakarta, Rabu (28/2).

Menurut Rini, selama ini belum ada PLTU yang dibangun hasil karya anak bangsa. Untuk itu, program kerja sama PLN dan perguruan tinggi bisa menjadi momentum peningkatan kualitas industri pembangkit listrik nasional.

“Selama ini research masih lemah. Sekarang kita coba untuk membangun bersama perguruan tinggi,” ungkap dia.

Tujuh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang menandatangani kerja sama dengan PLN adalah Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB) ,Universitas Gadjah Mada (UGM) , Universitas Diponegoro (UNDIP) , Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Universitas Udayana.

Sofyan Basir, Direktur Utama PLN, mengungkapkan kerja sama dengan PTN tidak hanya sebatas pembangunan PLTU, namun termasuk pengembangan bus listrik dan program magang bersertifikasi untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa.

Bus listrik direncanakan untuk dioperasikan pada area terbatas, antara lain Bandara Internasional Soekarno-Hatta, kampus ketujuh PTN, kawasan wisata Nusa Dua Bali dan Kompleks Stadion Gelora Bung Karno. “Bus listrik karya kolaborasi tersebut siap untuk beroperasi pada April 2019,” ungkap Sofyan.

Menurut Muhammad Anis, Rektor Universitas Indonesia, selama ini kerja sama perguruan tinggi dan industri sering dianggap bahwa perguruan tinggi yang membutuhkan industri. Padahal yang sebenarnya kerja sama tersebut berasaskan saling membutuhkan satu sama lain.

Dia menambahkan jika mau memajukan kemandirian bangsa maka kerja sama dengan industri ini sebagai penguat peningkatan kompetensi sumber daya manusia nasional.

“Kelemahan di Indonesia itu kurang sinergi perguruan tinggi dengan industri,” tandas Anis.(RI)