JAKARTA– Industri di dalam negeri mendapatkan sinyal positif dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan untuk mengimpor gas jika harganya lebih murah dari patokan harga dalam negeri. Pemerintah mengizinkan impor gas selain untuk peningkatan daya saing industri nasional, juga bertujuan agar pembangkit listrik bisa menggunakan bahan baku gas dengan harga yang lebih kompetitif sehingga tarif listrik bisa terjangkau.

“Pemerintah mengizinkan impor gas untuk keperluan pembangkit listrik selama harga tersebut tidak melebihi harga patokan dalam negeri,” ujar Jonan.

Saat ini, Kementerian ESDM sedang menyusun regulasi yang menetapkan harga patokan gas dalam negeri.

Jonan menjelaskan pemerintah memiliki dua tujuan utama dalam program kelistrikan, yakni ketersediaan agar semua warga menikmati akses listrik dan harga listrik yang terjangkau.

“Kalau maunya energi dasar (listrik) gas, batu bara, surya, dibiarkan harganya makin lama makin naik, tidak kompetitif dibanding dunia, ya, listriknya akan makin naik. Pemerintah akan mengutamakan pemanfaatan gas dalam negeri dengan harga yang wajar,” katanya.

Rencana pemerintah untuk membuka keran impor gas berkaitan dengan arahan Presiden Joko Widodo pada Selasa (24/1) yang meminta kalkulasi mendalam terkait harga gas yang dapat menciptakan nilai tambah bagi pengembangan industri hilir.

Menurut Presiden, penyesuaian harga gas industri dibutuhkan selain sebagai nilai tambah, juga untuk meningkatkan daya saing produk-produk lokal.Dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden tersebut, dibahas terutama mengenai regulasi impor gas dimana ada sektor-sektor tertentu yang diperbolehkan melakukan impor gas secara langsung.

Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian, mengatakan dari beberapa sektor yang belum terakomodasi harga gas baru tiga yang sudah diizinkan untuk melakukan impor gas yakni industri baja, petrokimia, dan pupuk.

“Sekarang ini sektornya yang baru diberikan adalah baja, petrokimia, dan pupuk. Ini kan karena menggunakan formula, maka masing-masing harus detail. Perusahaan per perusahaan. Nah, ini yang harus ditindaklanjuti perusahaan perperusahaannya,” tuturnya.

Pramono Anung, Sekretaris Kabinet Pramono, mengatakan Presiden ingin industri lebih kompetitif dan berdaya saing ditunjang tingkat kemudahan bisnis yang semakin baik di Indonesia. Dengan begitu, persoalan menyangkut gas akan segera diselesaikan oleh pemerintah agar harganya kompetitif.

“Maka diberikan ruang untuk industri agar bisa impor gas secara langsung dengan harga yang lebih rendah karena di Timur Tengah harga gas lebih rendah. Tapi tidak dibuka ruang untuk terciptanya middleman atau perantara,” jelas Pramono.

Selama ini harga gas di Indonesia rata-rata berkisar US$6 per juta british thermal unit (MMBTU) dan Presiden telah menerbitkan Perpres Nomor 40 Tahun 2016 tentang penetapan harga gas bumi agar harga gas di Tanah Air bisa ditekan di bawah US$ 6 per MMBTU. (RI/DR/ANT)