JAKARTA – PT PLN (Persero) dan PT Freeport Indonesia mendapatkan kelonggaran menjalankan kebijakan perluasan program campuran biodiesel ke solar sebanyak 20% atau mandatory B20. Selain Freeport yang mewakili sektor pertambangan khusus dan PLN di sektor pembangkit listrik, pemerintah juga memberikan pengecualian untuk alat utama sistem persenjataan (alutista).

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan pemberian relaksasi atau pengecualian kewajiban mandatory B20 diberikan karena ketiga sektor tersebut dinilai tidak akan maksimal jika menyerap B20.

“Per 1 September sudah B20 semua, hanya tiga yang mungkin dapat relaksasi. Pertama persenjataan kayak tank, lalu pembangkit listrik tertentu belum bisa B20, terus Freeport di ketinggian takutnya beku,” kata Djoko usai mengikuti rapat koordinasi B20 di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Kamis (23/8).

Dua dari tiga sektor tersebut merupakan bagian dari perluasan kebijakan mandatory B20 yakni pertambangan dan alutsista.

Menurut Djoko, berdasarkan laporan yang ada penggunaan B20 untuk kendaraan militer masih dievaluasi.

Untuk pertambangan, keringanan dikhususkan hanya untuk kendaraan tambang Freeport Indonesia atas dasar pertimbangan lokasi wilayah yang berada diketinggian. “Kan dia ada yang diketinggian, itu kan gampang beku,” ungkap dia.

Pemerintah lanjut Djoko akan segera melakukan pertemuan lanjutan, terutama dengan penanggung jawab atas tiga sektor, termasuk kemungkinan kuota biodiesel atau kebutuhan khusus untuk ketiga sektor tersebut. “Minggu depan akan kami bahas. Untuk persenjataan, PLN, Freeport berapa yang harus disediakan, biar semua bisa jalan. Berapa masing-masing volumenya,” kata Djoko.

Kereta Api

Ada satu sektor lain yang awalnya diragukan untuk bisa menyerap B20, yaitu kereta api. Namun berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan baru – baru ini, kereta api siap menggunakan B20. Pelaksanaan rail test untuk B20 dan B0 untuk lokomotif progress rail atau EMD CC205 memasuki tahap akhir untuk uji di lapangan.

Rail test lapangan telah selesai dilaksanakan untuk dua lokomotif, namun kajian rail test secara keseluruhan masih menunggu pengujian di laboratorium, khususnya untuk uji material.

Apabila hasil kajian rail test ditemukan hal-hal yang perlu diperbaiki atau disesuaikan, semua pihak berkomitmen untuk memperbaiki atau menyesuaikan dengan hasil rail test. Serta memperhatikan kewajiban penggunaan bahan bakar nabati (biofuel) secara bertahap sesuai ketentuan perundangan berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing, sehingga program B20 dapat berjalan di PT.KAI (Persero) dengan mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis.

Uji jalan penggunaan B20 pada dua lokomotif GE yaitu CC206 1516 yang berbahan bakar B20 menempuh jarak 58.550 km dan lokomotif CC206 1526 yang berbahan bakar B0 menempuh jarak 58.559 KM, yang dimulai pada 16 Februari 2018 dan berakhir tanggal 10 Agustus 2018. Kualitas Bahan Bakar B20 dan B0 yang digunakan pada rail test ini selama lima bulan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan pemerintah. Selama uji jalan tidak pernah terjadi gangguan pada kedua lokomotif, filter nya pun masih berfungsi dengan baik (sudah memenuhi rekomendasi OEM periode penggantian filter yaitu selama 3 bulan).

Dadan Kusdiana, Ketua Tim Teknis Kajian dan Uji Jalan Penggunaan B20,  mengungkapkan hasil uji coba tidak menunjukkan ada masalah dalam penggunaan B20 di dua jenis lokomotif milik KAI.

“Selama enam bulan uji jalan penggunaan B20 pada KAI tidak mogok dan lokomotif jalan terus, persis seperti KAI pada biasanya. Berarti tidak ditemukan masalah. Pengujian meliputi performa mesin, perbandingan antara B0 dan B20, emisi gas buangan, dan juga dari sisi konsumsi bahan bakar,” kata Dadan.(RI)