JAKARTA – Pemerintah telah menyetujui peningkatan porsi PT PLN (Persero) sebesar 10.233 megawatt (MW) dalam proyek pembangkit 35 ribu (MW) yang tertuang dalam draf  Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016 – 2025.

Faby Tumiwa, Pengamat Ketenagalistrikan, mengatakan PLN akan membutuhkan dana yang jauh lebih besar dengan peningkatan porsi dalam proyek 35 ribu MW.

“Implikasinya, kebutuhan pendanaan dan sumberdaya manusia lebih besar. PLN harus kerja lebih cepat dan lebih sistematis untuk dapat menyelesaikan 35 GW tepat waktu,” kata Faby kepada Dunia Energi, Selasa (24/5).

Pemerintah pada pertengahan 2015 memutuskan untuk mengurangi porsi PLN dalam proyek 35 ribu MW dari 10 ribu MW menjadi 5 ribu MW. Sementara itu, porsi produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) meningkat dari 25 ribu MW menjadi 30 ribu MW. Pemerintah beralasan pengurangan porsi PLN bertujuan mengurangi beban modal perusahaan pelat merah itu serta agar perseroan lebih fokus untuk membangun jaringan transmisi.

Sementara itu, pada rapat pembahasan terpadu yang membahas draf RUPTL 2016-2025 yang diajukan PLN, Senin (23/5), porsi PLN dalam proyek 35 ribu MW sebesar 10.233 MW dapat diterima dengan disertai kajian kemampuan keuangan PLN dengan tetap memprioritaskan: pelaksanaan program listrik pedesaan, melakukan pembangunan dan perkuatan jaringan transmisi dan distribusi  listrik, pembangunan dan perkuatan gardu induk, pembangunan pembangkit di daerah remote.

Rinaldy Dalimi, Komisioner Dewan Energi Nasional (DEN), menyampaikan bahwa peningkatan porsi PLN dari 5 ribu MW menjadi 10 ribu MW adalah hal yang positif.

“Jika PLN memang mampu secara finansial untuk membangun 10 ribu MW, kemungkinan untuk penyelesaian tepat waktu akan lebih besar, karena prosesnya tidak serumit kalau IPP yang membangun,” tandas Rinaldy.(RA)