JAKARTA – PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) diminta untuk melibatkan unsur pemerintah dan serikat pekerja, dalam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 100 karyawannya dalam waktu dekat ini. Keterlibatan ini penting, agar kepentingan nasional dalam pengelolaan sumber daya tembaga dan emas di Tambang Batu Hijau tetap terjaga.

Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRES) Marwan Batubara mengungkapkan, dari sudut pandang keekonomian kelanjutan operasional PTNNT ditengah krisis ekonomi global saat ini, kebijakan pengurangan jumlah karyawan itu bisa diterima. Namun PHK yang dilakukan harus benar-benar obyektif terkait siapa saja yang diberhentikan, terutama persentase pekerja asing dan nasional yang di-PHK.

Jangan sampai yang di-PHK kebanyakan pekerja lokal dan nasional, sementara pekerja asing banyak yang dipertahankan. Justru kalau alasannya adalah pengetatan biaya, paling efektif adalah memangkas pekerja asing, yang gajinya berpuluh kali lipat dibandingkan pekerja lokal atau nasional. “Toh anak bangsa sudah banyak yang menjadi tenaga ahli di PTNNT,” ujar Marwan, Kamis, 4 Oktober 2012.

Memang dalam memo internal PTNNT disebutkan, dari 4.000 karyawan PTNNT saat ini, tenaga kerja asing yang akan di-PHK sebanyak 20%, sedangkan tenaga kerja nasional 2,8%. Namun kalau dilihat dari perbandingan jumlah, 20% tenaga kerja asing itu hanya segelintir. Sedangkan 2,8% tenaga kerja nasional jumlahnya bisa mencapai puluhan, dari 100 karyawan yang akan diberhentikan.

Marwan juga khawatir, PHK yang akan dilakukan PTNNT, hanya melindungi kepentingan pemegang saham yang mayoritasnya pihak asing. Menurutnya, jangan hanya kepentingan investor saja yang diperjuangkan. Kepentingan nasional Indonesia, tempat dimana PTNNT mengeruk sumber daya alam, harus mendapat porsi lebih untuk dipertimbangkan.

Meski PHK hanya diberlakukan pada kurang dari 100 tenaga kerja Indonesia di PTNNT, namun itu akan cukup mempengaruhi perekonomian nasional. Marwan mengaku yakin, dalam 26 tahun perjalanan PTNNT di Batu Hijau di Sumbawa Barat, alih pengetahuan dan teknologi sudah berlangsung. Mengapa tidak karyawan nasional dipertahankan, dan PHK hanya untuk karyawan asing?

Maka dari itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak cukup hanya diberi tahu perihal rencana PHK di PTNNT ini. Lebih dari itu, Kementerian ESDM harus pro aktif, terlibat dalam menseleksi siapa saja dari 100 karyawan PTNNT yang akan di-PHK.

Pemerintah Daerah Sumbawa Barat dan Nusa Tenggara Barat juga harus dilibatkan, karena ada kepentingan pekerja lokal di sana. Tak ketinggalan tentu saja perwakilan Serikat Pekerja harus ikut diajak musyawarah.

“Kehadiran pemerintah penting, untuk melindungi kepentingan rakyatnya, terutama yang bekerja di PTNNT. Jangan sampai mereka menjadi korban kesewenang-wenangan investor asing, yang khawatir labanya anjlok. Tak kalah pentingnya juga, untuk meredam gejolak sosial yang mungkin timbul pasca PHK,” tukas Marwan lagi.

Sebelumnya, Presiden Direktur PTNNT Martiono Hadianto mengungkapkan, telah menyampaikan rencana PHK itu kepada pemerintah. Menurutnya, penurunan produksi PTNNT dan kinerja sektor pertambangan di seluruh dunia akibat krisis, memaksa Newmont mengevaluasi struktur biaya.

Evaluasi itu sudah dilakukan sejak Juni 2012, yang diikuti pengurangan belanja modal, biaya operasional, dan sejumlah jasa kontraktor. “Namun itu ternyata tidak cukup, sehingga dengan sangat menyesal mengambil langkah mengurangi jumlah tenaga kerja,” jelas Martiono.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)