Mengenakan kaos serba putih, lebih dari 1.000 orang hadir di dalam Gelanggang Olahraga (GOR) Simpruk, fasilitas olahraga milik PT Pertamina (Persero) di Kawasan Simpruk, Jakarta Selatan, pada Sabtu (29/7). Sebelumnya, mereka mengikuti kegiatan fun run 10 km dan 5 km dan fun walk 5 km mengitari kawasan Simpruk dan berputar di persimpangan jalan arteri Pondok Indah di depan Gandaria City Mall.

Sejumlah permainan, termasuk lomba masak yang diikuti oleh board of director (BOD) PT Pertamina Hulu Energi (PHE), di sediakan bagi para peserta. Tepat pukul 09.30 rangkaian acara memperingati HUT ke-10 PHE dimulai di dalam GOR Simpruk. Selain seluruh jajaran BOD PHE, kecuali Direktur Operasi dan Produksi Beni Jaffilius Ibardi, hadir. Tampak pula Direktur Hulu Pertamina sekaligus Komisaris Utama PHE Syamsu Alam, mantan Direktur Hulu dan Direktur Utama cum Komisaris Utama PHE Galaila Karen Kardinah Agustiawan, dan mantan Dirut PHE Bagus Setiardja. Selain pembagian doorprize dan juga hadiah bagi berbagai pemenang lomba yang digelar, hadirin disuguhi penampilan penyanyi Dewi Gita serta penampilan apik Armand Maulana bersama grup band Gigi.

Para karyawan, manajemen, dan BOD PHE saat itu pantas bergembira. Maklum, di usianya yang relatif masih belia (10 tahun), perusahaan telah melampaui ekspektasi. “Selama 10 tahun ini, perkembangan PHE cukup bagus dan sesuai harapan pemegang saham. Karena itu, tugas berat kita bersama untuk terus meningkatkan kinerja PHE ke depan,” ujar Syamsu Alam, Komisaris Utama PHE, saat memberikan sambutan, pada Sabtu nan cerah itu.

Syamsu mengapresiasi kinerja yang sangat moncer PHE. Tak hanya pada sektor produksi migas yang rerata tumbuh 14% dari 2007 hingga semester I 2017, kinerja finansial dan juga aspek Health Safety Security and Environtment (HSSE) pun ikut terdongkrak. “Itu semua berkat kerja sama yang baik manajemen dan seluruh karyawan yang dengan baik menjalankan visi dan misi perusahaan sesuai dengan etos kerja yang menjadi panduan. Ini harus terus dilanjutkan, termasuk juga kebijakan efisiensi,” ujar Alam kepada Dunia-Energi.

Menurut Syamsu Alam, PHE telah melaksanakan Shared Service Organization (SSO) dalam menekan biaya di semua lini kegiatan. SSO berdasarkan time sharing/job sharing yang digunakan untuk masing-masing aset. “Kami mengapresiasi pencapaian dan kerja keras jajaran direksi,” katanya.

PHE adalah salah satu anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu yang memiliki anak usaha dan cucu usaha yang cukup besar. Di luar itu, PHE juga menjadi kepanjangan tangan Pertamina untuk kerja sama dalam bentuk joint operating body (JOB) dengan mitra kerja perusahaan. PHE saat ini mengendalikan 57 anak usaha yang mengelola 53 wilayah kerja. Karakteristik anak perusahaannya pun beragam. Sebanyak tujuh perusahaan berupa Joint Operating Body (JOB)- Production Sharing Contract (PSC), 28 perusahaan berbentuk Pertamina Participating Interest (PPI), 14 PSC Coal Bed Methane (PSC-CBM), dan masing-masing dua perusahaan PSC migas nonkonvensional dan asset downstream (Arun NGL dan PT Donggi Senoro LNG) serta Blok SK-305 Malaysia.

Inovasi untuk Efisiensi

Ari Budiarko, Direktur Keuangan dan Dukungan Bisnis PHE, mengatakan manajemen PHE terus melanjutkan kebijakan dan stragegi efiseinsi. Strategi efisiensi merupakan implementasi pola organisasi SSO. Saat ini, SSO dalam proses transisi setelah diluncurkan pada 1 Februari 2017. Manajemen PHE berharap adanya penghematan dari keseragaman penanganan dan kebijakan sehingga karyawan level bawah memiliki pedoman atau standar yang sama. “Jadi blok bertambah, tidak perlu menambah orang,” katanya.

Ari mengatakan, kunci keberhasilan PHE selama satu dekade ini salah satunya ada pada inovasi secara berkelanjutan. Manajemen dan karyawan PHE juga secara kontinu melakukan evaluasi dan tata kelola perusahaan dan penerapan strategi bsinis perusahaan dengan menyesuaikan pada iklim dan situasi industri migas global yang sedang terjadi. Inovasi menjadi sebuah keniscayaan lantaran aset yang dikelola PHE mayoritas berasal dari blok migas terminasi maupun hasil akuisisi.

Gunung Sardjono Hadi, Direktur Utama PHE,, mengatakan ketika mengakuisi sebuah blok migas, biasanya menggunakan pola “satu paket”. Artinya, Pertamina tidak hanya mengambil blok migas semata. Sistem dan sumber daya manusia yang terlibat dalam mengelola blok migas yang diakuisisi turut diboyong. Bahkan, mitra lama atau baru masih memiliki porsi saham blok migas tersebut.

“Keterlibatan karyawan lama sangat penting agar produksi migas tidak anjlok saat aset berpindah tangan. Namun, sistem operasi dan budaya kerja dari perusahaan lama masih menempel. Persoalan sinkronisasi antarperusahaan pun tak bisa dielakkan,” ujarnya.

Seiring dengan itu, manajemen PHE belum lama berselang menggagas sebuah sistem baru: One PHE One System. Singkatnya, PHE dan anak-anak usaha harus menggunakan sistem yang sama sehingga semua bisa tumbuh dan terbang bersama-sama. “Momentum satu dekade PHE menjadi jalan bagi jajaran manajemen untuk menerapkan sistem tersebut,” ujar Gunung.

Dia menjelaskan, PHE One System menjadi semacam kiblat bagi seluruh anakperusahaan di PHE. Semua harus mengarah pada koridor yang sama sehingga tujuan utama perusahaan bisa direngkuh bersama-sama juga. “Pada 2017, berbagai proses sosialisasi, migrasi data dilakukan. Awal tahun depan semuanya harus menggunakan sistem ini, termasuk untuk blok-blok migas baru,” jelas dia.

Menurut Gunung, keuntungan menggunakan satu sistem adalah standardisasi baik dalam sistem pelaporan, keuangan, dan lain-lain. Sistem ini bersifat real time sehingga jajaran manajemen bisa dengan cepat mengambil keputusan apabila diperlukan. Keuntungan lain adalah efisiensi. “Sistem ini juga user friendl sehingga bisa digunakan dan mudah dipahmi oleh semua insan PHE. Poinnya dengani PHE One System seperti itu, lebih cepat dan efisiens,” kata dia.

Tak pelak, program PHE One System sangat membantu perusahaan karena ketika sudah mempunyai satu sistem yang sama, monitoring dan kontrol akan sangat mudah dan cepat. Di sisi lain, informasi kondisi lapangan dan pengambilan keputusancepat merupakan kiat utama dalam kegiatan operasi dan produksi. Apalagi ini adalah program baru. “Dengan hanya satu sistem, energi kami pun akan lebih hemat,” ujar Beni Jafilius Ibardi.

Namun, Direktur Pengembangan PHE Bambang Manumayoso, mengingatkan bisnis migas ke depan  penuh tantangan. Secara global maupunnasional ada dua faktor penting berupa eksternal dan internal. Dari eksternal, faktor itu adalah CUVA (Complexity – Uncertainty- Volatility – Ambiguity). Sementara dari internal berupa lapangan yang sudah semakin tua, rata-rata penurunan produksi yang semakin tinggi sehingga cadangan semakin kecil sementara biaya operasi yang semakin besar.

“Untuk menghadapi kombinasi tantangan tersebut, PHE sejak awal 2015 menyiapkan dan mencanangkan Strategi Survive and Growth, yaitu dengan mengubah paradigma yang semula production at any cost menjadi creating more values and volume for company and stakeholders,” katanya.

Untuk survive, Bambang menunjuk strategi funneling terintegrasi untuk memisahkan aset high-medium dan low impact sehingga moda investasi jadi lebih fokus kepada yang menghasilkan dampak besar dalam jangka waktu yang cepat. Sedangkan untuk aset yang masuk kategori low impact dilakukan strategi kolaborasi pengembangan dan operasi, bahkan sebagian dilakukan hibernasi.

Pri Agung Rakhmanto, founder ReforMiner Institute, menilai PHE merepresentasikan suatu perspektif dan bentuk baru dari sebuah perusahaan hulu migas negara yang beroperasi secara modern. PHE adalah salah satu andalan bagi Pertamina (Persero) untuk akselerasi perkembangan melalui pertumbuhan inorganik. (DR,LH, ALP,RA,AT)