JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) atau PGN, badan usaha milik negara di sektor distribusi dan infrastruktur gas, berminat terhadap gas Lapangan Jambaran Tiung Biru (JTB).

Jobi Triananda, Direktur Utama PGN,  menegaskan PGN sudah menghitung potensi benefit yang akan didapatkan jika menyerap produksi gas Jambaran Tiung Biru. Keinginan PGN ditopang infrastruktur yang dimiliki untuk menyalurkan gas tidak hanya di Jawa Timur, namun hingga ke Jawa Tengah.

“Kita minat serap gas JTB, untuk security of supply juga. Sekarang koneksi kita sudah ke Jatim ke Jateng. Pelanggan kita juga ada,” kata Jobi, baru-baru ini.

Menurut Jobi, jadwal pembangunan Jambaran Tiung Biru oleh PT Pertamina (Persero) sudah sesuai dengan rencana pengembangan bisnis yang dimiliki PGN yang tidak hanya untuk melayani konsumen di sektor ketenagalistrikan, namun juga industri, komersial, rumah tangga maupun transportasi.

PGN sudah menyampaikan langsung ketertarikan perusahaan untuk bisa menyerap gas JTB kepada pemerintah.

“Kita 50-60 MMSCFD siap, karena jaringan kita ada, dari Gresik ke Probolinggo, lalu Mojokerto-Surabaya kita punya ribuan km pelanggan sudah ada, segi infrastruktur kita paling siap,” ungkap Jobi.

Dari total 172 MMSCFD produksi gas yang dari lapangan Jambaran Tiung Biru sebesar 100 MMSCFD akan diserap PLN sementara 72 MMSCFD lainnya masih menunggu untuk diserap pembeli lainnya.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM, sebelumnya menyatakan sampai saat ini belum dipastikan konsumen yang akan menyerap gas Jambaran Tiung Biru diluar PLN.  Namun sudah ada pembicaraan untuk bisa menyuplai kebutuhan industri melalui PGN.

“Memang belum ada sekarang tapi nanti biar bicara langsung untuk industri bisa melalui PGN atau teknisnya bagaimana silahkan nanti dibkcarakan,” ungkap dia.

Proyek besar di sektor gas, pengembangan lapangan JTB memang diharapkan memberikan efek berganda. Tidak hanya dari sisi penerimaan negara namun juga dari sisi peningkatan ekonomi masyarakat salah satunya melalui Industri. Apalagi pertumbuhan industri semakin meningkat yang diikuti dengan pertumbuhan akan kebutuhan gas.

Amien Sunaryadhi Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menyatakan pemakai gas pipa domestik terbesar adalah konsumen industri, yang kemudian diikuti oleh kelistrikan. Sejak tahun 2013, alokasi domestik sudah lebih besar dari ekspor.

Tahun 2017, kontrak gas domestik mencapai 3.855 MMSCFD, sedangkan ekspor sebesar 2.618 MMSCFD.

“Jadi hampir 60 % produksi gas bumi digunakan oleh domestik dan peningkatan pemakaian domestik antara lain terbangunnya fasilitas infrastruktur gas baru dan mulai berproduksinya beberapa lapangan gas baru,” tandasnya.