JAKARTA – Operasional PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha PT Pertamina (Persero), saat ini dinilai berjalan baik dan memiliki proyeksi bisnis ke depan yang kuat. Apalagi, PGE saat ini menjadi pionir dalam pengembangan energi panas bumi di Tanah Air.

Fabby Tumiwa, pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan risiko terbesar dari pengusahaan panas bumi adalah  eksplorasi atau drilling. “Dengan pengalaman Pertamina di bisnis migas, risiko ini dapat dikelola dengan baik,” ujar Fabby.

Menurut Fabby, melihat kondisi saat ini yang menjadi pertanyaan terkait rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar PT PLN (Persero) ikut menyertakan modal di PGE adalah siapa yang nantinya menjadi pengendali. Pasalnya, Kementerian BUMN ingin PLN ikut menguasai saham PGE sebesar 50% dan sisanya 50% tetap dikuasai Pertamina.

 

“Siapa yang menjadi pengendali utama ini penting dalam rangka memastikan PGE berjalan secara optimal. Kalau dilihat dari aspek tadi, Pertamina lebih cocok jadi pengendali,” tegas dia.

Abadi Purnomo, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, tidak setuju bila PLN masuk ke PGE. Bila dilakukan, Abadi menilai ini merupakan langkah mundur dan membuat investasi panas bumi tidak kondusif. Pasalnya, PLN sebagai off taker ikut berbisnis yang berakibat pada pengembangan panas bumi jadi stagnan.

Let all the business move on as it is, tak perlu corporate action. Apa sih yang diharapkan PLN? Harga murah? Putuskan saja di Kementerian,” ujarnya.

Rini Soemarno, Menteri BUMN, sebelumnya menegaskan PGE  akan tetap di bawah Pertamina meskipun sebagian sahamnya akan diakuisisi PLN. Pertamina dan PLN akan memiliki saham yang sama masing-masing 50% di PGE. “Jadi PGE tetap bagian dari Pertamina,” kata Rini.

Kementerian BUMN saat ini telah menunjuk PT Danareksa sebagai konsultan untuk melakukan kajian masuknya penyertaan modal PLN ke PGE.

PGE hingga akhir 2016 menargetkan memiliki kapasitas terpasang listrik dari  Pembangkit Listrik Tenaga Panas (PLTP) sebesar 542 megawatt (MW) dengan masuknya tambahan 105 MW dari tiga pembangkit, yakni PLTP Ulubelu Unit 3 berkapasitas 55 MW, PLTP Lahendong Unit 5 berkapasitas 20 MW, dan PLTP Karaha Unit 1 berkapasitas 30 MW. Salah satu di antaranya, PLTP Ulubelu Unit 3 sudah beroperasi sejak 15 Juli 2016.

Tafif Azimudin, Sekretaris Perusahaan PGE, mengatakan saat ini PGE mengerjakan lima proyek panas bumi sekaligus, tiga di antaranya beroperasi tahun ini. Sisanya, akan beroperasi pada 2017.

”Baru PGE satu-satunya perusahaan di Indonesia, bahkan di dunia yang mengerjakan lima proyek panas bumi sekaligus. Kami  memang diinstruksikan untuk seprogresif mungkin mengembangkan panas bumi oleh Pertamina,” ungkap dia.

Menurut Tafif, PGE mendapat dukungan penuh dari induk usahanya, Perrtamina dalam mengembangkan sektor panas bumi. Apalagi dengan infrastruktur dan kompentensi Pertamina di upstream, operasional PGE sangat terbantu.

”Rig kami tinggal minta ke PDSI (PT Pertamina Drilling Service Indonesia). kami juga dapat dukungan dari PT Elnusa Tbk,” katanya.(RA)