Kilang petrokimia PTT Global Chemical, induk usaha PTTPM, rekanan Pertamina asal Thailand.

Kilang petrokimia PTTGC di Thailand.

JAKARTA – PT Pertamina (Persero) melalui perusahaan patungan yang akan didirikannya bersama PTT Global Chemical Public Company Limited (PTTGC) memasang target untuk menguasai 30% pasar domestik petrokimia Indonesia. Selama ini, kebutuhan produk petrokimia masih banyak diimpor, yang nilainya mencapai USD 5 miliar per tahun.

Hal ini diungkapkan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, usai menandatangani Manufacturing Joint Venture – Heads of Agreement (JV-HoA) atau perjanjian utama pembentukan perusahaan patungan dengan PTTGC, di Jakarta, Selasa, 10 Desember 2013.  

Dengan ditekennya Manufacturing JV-HoA itu, maka Pertamina dan PTTGC akan segera menetapkan final investment decision (FID) atau keputusan final investasi, untuk pembangunan komplek petrokimia kelas dunia di Indonesia, yang ditargetkan mulai beroperasi secara komersial pada 2018. PTTGC sendiri merupakan produsen petrokimia terkemuka Thailand.

Karen mengatakan, JV-HoA yang diteken hari ini dengan PTTGC, akan menjadi dasar bagi pelaksanaan studi kelayakan dari komplek petrokimia yang akan dibangun. Kolaborasi ini dapat diwujudkan setelah tuntasnya feasibility study awal yang telah dilakukan secara ekstensif, yang merupakan bagian dari HoA yang telah ditandatangani pada April 2013.

Manufacturing JV-HoA ditujukan untuk segera mewujudkan kesepakatan prinsip-prinsip perusahaan patungan dan ruang lingkup investasi, termasuk untuk memungkinkan kedua pihak menfinalisasi detail rencana proyek pada awal 2014, sebelum melaksanakan detail bankable feasibility study dan Front End Engineering Design (FEED).

Menurut Karen, sejauh ini Pertamina dan PTTGC telah mencapai kesepahaman dalam beberapa hal, seperti tujuan dan sasaran proyek, model investasi, spesifikasi site, termasuk juga kekuatan dari masing pihak yang dapat meningkatkan daya saing perusahaan patungan yang akan dibentuk. Keputusan akhir investasi (FID) ditargetkan untuk bisa ditetapkan pada 2015.

Pertamina dan PTTGC, lanjut Karen, juga telah menuntaskan survei pasar polimer Indonesia, melalui kegiatan distribusi dan pemasaran. Keduanya juga telah memutuskan konfigurasi awal komplek petrokimia, dan kajian teknis terhadap ruang lingkup investasi.

Karen menjelaskan, permintaan produk-produk petrokimia domestik diperkirakan akan meningkat, seiring dengan tren positif pada sektor manufaktur. Nilai pasar petrokimia Indonesia diperkirakan mencapai USD 30 miliar pada 2018, dan perusahaan patungan Pertamina – PTTGC ditargetkan dapat menguasai 30%-nya, setelah komplek petrokimia yang dibangun beroperasi secara komersial pada 2018.

Saat ini, jelas Karen lagi, produksi produk petrokimia di Indonesia masih belum dapat memenuhi kebutuhan industri hilirnya, sehingga menyebabkan terjadinya impor dengan perkiraan nilai USD 5 miliar per tahun.

”Pengumuman hari ini merupakan bukti konkret dari komitmen Pertamina, terhadap rencana kolaborasi dan investasi yang mendapatkan prioritas utama perusahaan. Proyek ini merepresentasikan tonggak penting bagi strategi pengembangan bisnis hilir petrokimia Pertamina,” ujar Karen.  

Oleh karena itu, lanjutnya, Pertamina menghadirkan kondisi investasi yang terbaik untuk dikaji lebih jauh, seperti lokasi proyek yang dapat memberikan daya saing secara ekonomi kepada proyek melalui pengintegrasian dengan kilang, ketahanan pasokan, dan infrastruktur dasar yang mendukung.

“Kami menyambut gembira untuk bekerjasama dengan PTTGC yang memiliki pengalaman komprehensif dari banyak kesuksesan yang telah diraih dalam bisnis chemicals. Keahlian dan kapabilitas PTTGC serta kesamaan kultur diantara Pertamina dan PTTGC, merupakan hal paling berharga untuk kerjasama bisnis kedua perusahaan dalam membangun komplek petrokimia di Indonesia,” tutur Karen.

FS Tuntas Kuartal II – 2014

Pada kesempatan yang sama, President and CEO PTTGC, Bowon Vongsinudom mengatakan, sejak penandatanganan HoA dengan Pertamina pada April 2013 di Bangkok, pihaknya telah bekerja keras untuk menyelesaikan preliminary study dari proyek ini.

Menurutnya, komplek petrokimia ini nantinya akan memiliki unit cracker dan bisnis hilir terintegrasi lainnya, yang akan dibahas lebih lanjut untuk dapat menghasilkan nilai tambah melalui berbagai sinergi dan integrasi bisnis pada lokasi yang akan dipilih, sehingga dapat memastikan keekonomian dan daya saing yang tinggi dari proyek ini.

“Untuk PTTGC, kerjasama ini merupakan strategi model kepemilikan yang tepat dengan pilihan mitra yang tepat, didesain untuk menangkap peluang pertumbuhan pada pusat ekonomi terbesar di antara negara-negara Asean Economic Contries (AEC),” kata Bowon Vongsinudom.

Ia berjanji, PTTGC akan menghadirkan pengetahuan dan pengalaman yang kuat akan industri. Sedangkan Pertamina, diharapkan menfasilitasi akses-akses lokal. “Kolaborasi ini akan menghadirkan potensi investasi yang sangat menjanjikan,” ungkap Vongsinudom.

Ia menambahkan, Pertamina dan PTTGC telah menargetkan studi kelayakan tuntas pada kuartal kedua 2014. Selain membentuk perusahaan patungan yang akan menggarap komplek petrokimia, dalam waktu dekat Pertamina dan PTTGC juga akan membentuk perusahaan patungan untuk memasarkan dan mendistribusikan produk polimer kedua perusahaan di Indonesia.

Pertamina saat ini memiliki dan mengoperasikan 6 kilang di seluruh Indonesia, dengan total kapasitas sekitar 1 juta barel per hari. Kapasitas kilang Indonesia merupakan yang terbesar kelima di Asia. Hal ini menjadikan Pertamina memiliki potensi yang sangat besar untuk mengintegrasikan bisnis kilang dan petrokimia yang akan memberikan nilai tambah terhadap sumber daya alam Indonesia.

“Dengan berbagai keunggulan ini, Pertamina bertekad untuk dapat menjadi pemain utama petrokimia di Indonesia dan juga di kawasan,” kata Karen.

Sedangkan PTTGC, merupakan unit bisnis Chemical dari PTT Group, dengan total kapasitas produksi 8,72 juta ton per tahun, dan kapasitas penyulingan minyak mentah dan kondensat sekitar 280.000 barel per hari. Perusahaan ini telah mengembangkan bisnisnya kespecialties dan green chemicals, melalui beberapa akuisisi strategis di luar negeri.

(Abdul Hamid / duniaenergi@yahoo.co.id)