JAKARTA– Hasil pertemuan Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang melanjutkan pemangkasan produksi hingga akhir 2018, belum berpengaruh pada harga jual minyak global. Pada Senin (4/12) pagi, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari 2018 di New York Mercantile Exchange sempat melemah tipis 0,24% ke US$ 58,22 per barel daripada posisi akhir pekan lalu.

Harga minyak acuan Brent pun tergerus dari posisi akhir pekan lalu. Harga minyak Brent untuk pengiriman Februari 2018 di ICE Futures terkoreksi setelah naik dua hari, menjadi US$ 63,61 per barel, turun 0,19% ketimbang posisi akhir pekan lalu US$ 63,73 per barel. Level tertinggi harga minyak brent adalah US$ 63,96 per barel yang tercapai pada 6 November 2017.

Harga minyak sempat bergairah setelah OPEC dan Rusia memutuskan untuk memperpanjang pemangkasan hingga akhir 2018. Para produsen minyak akan meninjau kembali kesepakatan ini pada Juni tahun depan, kemungkinan adanya lonjakan harga.

Olivier Jakob, strategist Petromatrix, menyatakan kesepakatan ini masih menjadi tanda tanya pada semester II 2018 karena perusahaan-perusahaan minyak Rusia akan menggantungkan keputusan pada pergerakan harga. Di sisi lain, AS masih menambah produksi minyak. “Ini menjadi penahan harga minyak pada pergerakan selanjutnya,” ujar Jakob kepada CBNC.

Harga minyak menguat pada perdagangan akhir pekan lalu setelah produsen OPEC dan non- OPEC yang dipimpin Rusia setuju memperpanjang pemotongan produksi sampai akhir 2018, namun juga memberi sinyal kemungkinan keluar lebih awal dari kesepakatan tersebut jika pasar terlalu panas (overheating).

Kantor berita Reuters di New York pada Kamis (30/11) atau Jumat (1/12) dini hari WIB, Menteri Energi Iran mengumumkan bahwa Nigeria dan Libya akan dimasukkan dalam kesepakatan produksi minyak itu, dan komunike OPEC menyatakan bahwa negara-negara tersebut tidak akan menghasilkan di atas level 2017 pada tahun yang baru.

Kesepakatan saat ini dari OPEC dan produsen lainnya seperti Rusia memangkas 1,8 juta bph dari pasar dalam upaya mengatasi kelebihan pasokan global dan meningkatkan harga. Kesepakatan tersebut akan berakhir Maret, namun Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih, mengatakan pemotongan tersebut akan berlanjut selama sembilan bulan lagi. Namun, reaksi harga sebagian besar diredam, dengan banyak analis mengatakan perpanjangan sembilan bulan tersebut sudah dipertimbangkan (price in).

Menurut Alexander Novak, Menteri Energi Rusia, produksi negaranya flat di level 547 juta ton pada 2018 jika pemotongan output dipertahankan sepanjang tahun.

Namun, salah satu masalah terbesar OPEC saat memotong pasokan adalah meningkatkan output AS, yang memperoleh pangsa pasar global dan merongrong upaya kelompok tersebut untuk memperketat pasar. Produksi minyak AS tercatat sekitar 9,68 juta bph, naik dari 8,5 juta bph pada akhir tahun lalu, sebelum pemotongan dilakukan. (DR)