JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menegaskan strategi korporasi yang akan dilakukan adalah kerja sama pengelolaan aset melalui kemitraan untuk mengurangi risiko usaha dan bukan sebatas mendapat dana segar. Aset hulu minyak dan gas yang akan dilepas sebagian kepemilikannya (share down) adalah wilayah kerja atau blok migas. Blok migas tersebut akan dikerjasamakan dengan partner yang memiliki teknologi lebih unggul agar operasi bisa lebih  efisien dan produksi maksimal.

“Partner yang kami undang akan mengambil participating interest di WK tersebut, namun kendali dan operatorship tetap dipegang Pertamina,” kata Gigih Prakoso, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko Pertamina kepada Dunia Energi, Senin (23/7).

Dia menuturkan bahwa partner yang dimaksud bisa merupakan eksisting operator, perusahaan International Oil Company (IOC) atau National Oil Company (NOC) yang sudah berpengalaman di bidang hulu.

“Jadi proses share down ini tidak benar kalau diartikan dengan pengalihan saham kepemilikan kami di anak-anak perusahaan di hulu. Saham kepemilikan kami di anak perusahaan perusahaan tersebut masih 100% dipegang Pertamina,” ungkap Gigih.

Kehebohan penjualan aset Pertamina mencuat saat surat Menteri BUMN Rini Soemarno kepada Direksi Pertamina bocor ke publik.

Rini dalam tersebut menyetujui secara prinsip rencana direksi Pertamina untuk melakukan tindakan-tindakan dalam rangka mempenahankan dan menyelamatkan kesehatan keuangan perseroan. Direksi Pertamina sebelumnya telah mengirimkan beberapa kali surat perihal permohonan izin prinsip aksi korporasi untuk mempertahankan kondisi kesehatan keuangan Pertamina (Persero) dan surat direksi Pertamina Nomor 239/000000/2018-S4 tanggal 28 Mei 2018 perihal kondisi keuangan Pertamina.

Persetujuan yang diberikan untuk share down aset-aset hulu selektif (termasuk namun tidak tarbatas pada participating interest, saham kepemilikan, dan bentuk lain) dengan tetap menjaga pengendalian Pertamina untuk aset-aset strategis dan mencari mitra kredibel dan diupayakan memperoleh nilai strategis, seperti akses hulu di negara lain.

Kemudian manajemen juga diperkenankan melakukan spin-off unit bisnis RU IV Cilacap dan unit bisnis RU V Balikpapan ke anak perusahaan dan potensi farm-in mitra di anak perusahaan tersebut yang sejalan dengan rencana Refinery Development Master Plan (RDMP).

Menurut Gigih, dua proyek kilang yang saat ini dikerjakan Pertamina bisa menjadi solusi untuk mempercepat proses pengembangan kilang.

Tujuan spin off untuk efektivitas operasional agar unit eksisting dan unit baru hasil RDMP dapat diintegrasikan dalam operasinya oleh satu entitas. Selain itu, rencana pembiayaan untuk RDMP RU IV Cilacap dan RU V Balikpapan akan menggunakan skema project financing dan untuk mitigasi risiko proyek secara langsung kepada Pertamina maka perlu dibentuk Special Purpose Vehicle (SPV) yang akan berperan sebagai borrower untuk pinjaman yang akan digunakan untuk pembiayaan proyek RDMP dimaksud.

Karena aset existing RU IV perlu dioperasikan secara terintegrasi dengan unit baru yang akan dibangun oleh SPV tersebut, maka aset eksisting perlu di spin off ke dalam SPV tersebut.

Spin off ini akan dilakukan dengan melakukan valuasi oleh lembaga independen atas nilai wajar aset eksisting tersebut sebelum dipindahkan ke SPV tersebut,” jelas Gigih.

Kerja sama dalam proyek RDMP Cilacap sebelumnya akan menggunakan skema inbreng aset. Namun skema tersebut urung dilakukan karena proses negosiasi yang panjang.

Gigih mengatakan dengan spin off maka aset akan dimasukkan dalam SPV pada saat pendirian sebagai penyertaan aset. Jika inbreng aset dilakukan setelah SPV terbentuk.

“Joint venture (JV) akan terbentuk kalau ada partner yang masuk ke SPV tersebut,” tukas dia.

Mekanisme spin off diyakini lebih cepat direalisasikan lantaran tidak memerlukan persetujuan partner. Partner nanti tentunya jika ingin masuk akan memperhitungkan penilaian atas aset yang manajemen Pertamina spin off tersebut. Kalau penilaiannya sesuai dengan ekspektasi calon partner tentunya mereka akan masuk.

Spin off masih dalam proses. Iya (percepat proyek kilang), karena dibutuhkan untuk pembentukan SPV dalam rangka pembiayaan proyek kilang,” tandas Gigih.(RI)