JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akan menekan gangguan hingga menyebabkan penghentian operasi (uplanned shutdown) kilang. Sepanjang 2016, Pertamina mencatat terjadi 35 kali unplanned shutdown. Toharso, Direktur Pengolahan Pertamina, mengatakan gangguan operasi kilang terjadi lantaran kurangnya perawatan atau maintenance terhadap kilang-kilang minyak. Seperti halnya kilang Balikpapan yang sempat mengalami gangguan operasi beberapa waktu lalu. Saat itu terjadi suara gemuruh yang timbul dengan api yang tinggi akibat adanya pelepasan tekanan yang berubah untuk keperluan keamanan.

“Untuk itu, tugas saya mengurangi unplanned shutdown di 2017 ini. Bagaimana agar unplanned shutdown dikurangi,” ujar Toharso di Jakarta, Selasa (24/1).

Banyaknya kasus unplanned shutdown disebabkan karena kondisi kilang yang sudah tua, sehingga harus dilakukan maintenance atau turn around guna mengoptimalkan kembali kinerja kilang ini. Kilang yang seharusnya dilakukan perawatan pada 2015, akan tetapi hingga tahun lalu tidak ada maintenance terhadap kilang tersebut.

“Uplanned shutdown disebabkan kilang yang sudah tua atau maintenance kilang tidak tertib atau peralatannya konsisten,” ungkap Toharso.
Untuk itu Pertamina akan mempercepat untuk perbaikan maupun perawatan kilang. Hal ini dilakukan guna meminimalisir terjadinya gangguan operasi yang tidak direncanakan atau unplanned shutdown pada masa-masa mendatang.
“Kita percepat inspeksi semua peralatan kita. Ini harus diganti unitnya. Lalu kita tidak akan mengundur turn around (servis),” kata Toharso
Pertamina juga mencanangkan lima langkah prioritas untuk memperbaiki kinerja operasional kilang perusahaan. Langkah ini diharapkan meningkatkan ketahanan pasokan dan penurunan impor bahan bakar minyak (BBM).Lima langkah perbaikan tersebut mencakup lima aspek, yaitu Health, Safety, Security, and Environment (HSSE), keandalan, efisiensi, optimasi dan perbaikan organisasi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
“Kelima aspek tersebut sangat penting untuk meningkatkan ketahanan pasokan BBM,” kata Toharso.
Dia mengatakan dari aspek HSSE fokus utama adalah tidak ada kejadian kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan fatality. Selain fatality, Pertamina akan seaktif mungkin mencegah pencemaran akibat operasi kilang.
Adapun, keandalan kilang difokuskan pada upaya mencapai zero unplanned shutdown. Caranya, konsisten pada jadwal pemeliharaan kilang baik yang bersifat parsial maupun menyeluruh.
“Kami juga akan meningkatkan efektivitas inspeksi sehingga dapat diketahui secara lebih dini sebelum alat rusak. Pada prinsipnya apabila kita bisa tekan angka kehilangan waktu operasi, kinerja kilang semakin baik dan produksi bisa sesuai target dan pada akhirnya pasokan BBM nasional semakin andal,” kata Toharso.
Aspek ketiga, lanjut Toharso, adalah efisiensi melalui beberapa langkah, dengan fokus utamanya mengurangi working losses hingga 50 persen di bawah realisasi 2016. Selain mengurangi losses juga akan melakukan pengadaan bahan maupun peralatan kilang secara terpusat sehingga dapat menurunkan biaya.
Aspek keempat optimasi yang fokus pada upaya peningkatan yield valuable product menjadi 79 persen dari saat ini sekitar 74 persen. Selain itu, Pertamina juga menargetkan penurunan biaya operasi hingga menjadi hanya US$ 3 per barel.
“Contoh seperti di Kasim operasi biasanya hanya sekitar 120 hari dalam setahun. Kami ingin tingkatkan. Apabila masalahnya ketiadaan crude, kami akan bangun infrastruktur yang memungkinkan crude bisa masuk memenuhi kebutuhan feedstock refinery unit (RU) VII Kasim di Sorong,” ungkapnya.

Aspek terakhir adalah organisasi dan pengembangan SDM. Perubahan organisasi pada Oktober 2016 melalui pembentukan direktorat pengolahan yang melahirkan kebutuhan formasi sumber daya manusia. “Oleh karena itu kami akan kembali membuka peluang kerja baru untuk mengisi posisi-posisi engineer yang akan ditinggalkan pekerja yang memasuki usia pensiun,” tandas Toharso.(ES)