JAKARTA – Impor bahan bakar minyak (BBM) jenis premium diperkirakan akan terus menurun seiring pertumbuhan konsumsi pertalite dan pertamax.

Daniel S Purba, Senior Vice President Integrated Supply Chain Pertamina, menyatakan sejak diluncurkan pada 2015, pertalite akan membantu pertamax untuk menekan impor premium lebih dari 50 persen pada 2017.

“Dulu kita impor premium delapan juta barel per bulan, sekarang empat juta per bulan dan akan terus turun. Akhir tahun ini bisa tinggal tiga juta per bulan,” kata Daniel di Jakarta.

Menurut dia, faktor terbesar dalam penurunan impor premium adalah adanya peralihan konsumsi masyarakat. Bahkan pada semester dua tahun ini, impor pertamax diproyeksikan akan terus menigkat.
“Impor pertamax akan meningkat dari dua juta jadi empat juta per bulan. Itu bisa pada semester kedua,” kata Daniel.

Selain peralihan pola konsumsi bahan bakar, penurunan impor premiumuga bisa diupayakan melalui fasilitas blending milik Pertamina

“Kalau kita sudah operasikan fasilitas blending sendiri, itu bisa impornya lebih kecil lagi,” kata Daniel.

Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina, menyatakan Pertamina berkomitmen untuk mendukung program pemerintah dalam kedaulatan energi dengan menurunkan angka impor BBM. Hal ini dinilai sesuai dengan target perusahaan untuk bisa mewujudkan swasembada BBM.

“Karena kita punya target 2023 kita sudah swasembada BBM,” katanya.

Salah satu upaya Pertamina adalah upgrading kapasitas pengolahan minyak yang dimiliki. Salah satu proyek yang telah terealisasi adalah pengoperasikan RFCC Cilacap dan TPPI yang berhasil menurunkan impor premium hingga 30 persen.

Data Pertamina menyebutkan, pada 2014 impor premium sebanyak 115 juta barel, angka ini turun pada 2015 dengan adanya kehadiran pertalite menjadi 102,6 juta barel dan pada November 2016 impor premium hanya mencapai 67 juta barel.

“Jadi bisa dilihat disini bahwa kita lihat premium, dari 2014 sekitar 62 persen dari kebutuhan nasional, di 2015 bisa kita turunkan hanya 60 persen. Dan year to date November kemarin 54 persen. Kita akan lihat data terakhir di Desember, harapannya sudah bisa turun di bawah 54%,” tandas Wianda.(RI)