JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akan mengimpor gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) dari Amerika Serikat melalui Exxonmobil sebesar 20 juta ton selama 20 tahun. Sujatmiko, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Kerja Sama Layanan Publik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan penandatanganan business to business jual beli LNG antara Pertamina dan Exxonmobil telah dilakukan dan disaksikan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Wapres AS Mike Pence, dan Menteri ESDM Ignasius Jonan.

“Exxonmobil menandatangani kontrak penjualan LNG sebanyak satu juta ton per tahun dengan Pertamina selama 20 tahun yang akan berlaku pada 2025,” kata Sujatmiko, Jumat (21/4).

Perjanjian jual beli LNG dari Amerika Serikat akan menambah komitmen impor yang telah dimulai sejak 2019. Pertamina tercatat telah mendapatkan kepastikan pasokan impor LNG dari Cheniere Corpus Christi, Amerika Serikat sebanyak 1,5 juta ton per tahun selama 20 tahun dan dari Afrika sebanyak satu juta ton per tahun, mulai 2020 untuk jangka waktu 20 tahun.

Menurut dia, keputusan untuk kembali membuka keran impor LNG dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan konsumsi seiring dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang juga meningkat. Peningkatan pertumbuhan ekonomi diyakini akan membuat aktivitas industri akan menggeliat, termasuk juga peningkatan kebutuhan gas di sektor pembangkit listrik.

“Ya kalau ini untuk ke depan, gas meningkat untuk kebutuhan pembangkit dan lainnya. Jadi kita antisipasi kemungkinan peningkatan konsumsi di dalam negeri itu,” kata Sujatmiko.

Sujatmiko mengatakan kesepakatan jual beli LNG antara Pertamina dan Exxon merupakan kerja sama business to business, sehingga pemerintah tidak turut campur dalam kesepakatan penentuan nilai perjanjian kontrak jual beli kargo LNG.
Dia meyakini harga yang disepakati kedua belah pihak tidak akan merugikan negara.

“Kalau kita inget pesan Pak Presiden Joko Widodo untuk dapatkan harga affordable untuk rakyat, sumber bisa dari dalam atau luar negeri,” kata Sujatmiko.(RI)