JAKARTA – Setelah sempat mengembalikan dua blok ke pemerintah, PT Pertamina (Persero) kini menyatakan siap mengelola seluruh blok terminasi yang  ditugaskan oleh pemerintah. Kesiapan tersebut diungkapkan dalam surat kesanggupan yang disampaikan ke pemerintah pada pekan ini.

Pemerintah sebelumnya telah menugaskan pengelolaan delapan blok migas yang akan habis kontraknya ke Pertamina. Namun dua di antaranya, yakni Blok East Kalimantan dan Attaka kemudian dikembalikan ke pemerintah.

Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina, menegaskan tidak ada blok migas yang tidak membuat Pertamina tertarik. Namun, keputusan akhir pengelolaan berada di tangan pemerintah.

“Memang Pertamina pernah bilang tidak tertarik? Ditunggu saja ya keputusannya (pemerintah),” ungkap Syamsu kepada Dunia Energi, Kamis (25/1).

Selain East Kalimantan dan Attaka, enam blok terminasi lainnya adalah Blok Sanga-Sanga, South East Sumatera, Blok Tengah, East Kalimantan, Attaka, North Sumatera Offshore (NSO), Joint Operating Body (JOB) Pertamina-Petrochina East Java Blok Tuban dan JOB Pertamina-Talisman Blok Ogan Komering.

Ego Syahrial, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan perubahan kebijakan Pertamina berlangsung cepat, termasuk untuk East kalimantan dan Attaka.

“Perkembangannya cukup signifikan. Pertamina untuk delapan blok komitmennya tiba-tiba tinggi untuk meningkatkan produksi. Pertamina sekarang merasa ini efisien (untuk kelola delapan blok),” ungkap Ego.

Selain itu, jika pada awal ditugaskan dulu penawaran atau rencana kerjanya dinilai kurang untuk bisa memacu produksi di delapan blok terminasi, kini setelah dilakukan skema right to match ternyata Pertamina menyanggupi program kerja kontraktor eksisting di beberapa blok.

“Pertamina bersedia  right to match yang tadinya biasa (program) menjadi lebih baik, dia akhirnya berubah pikiran dalam arti positif. Mereka bersedia untuk ditugaskan di delapan blok itu. Artinya sesuai dengan surat awal pemerintah, ” kata Ego.

Salah satu kesanggpan yang ditunjukkan Pertamina, selain dari sisi program dan rencana juga dari kesanggupan membayar signature bonus.

“Dulu Pertamina menawarkan signature bonus rata-rata US$ 1 juta, sementara eksisting US$10juta. Nah kini Pertamina sanggup menyamai US$ 10 juta, jadi selain program juga signature bonus juga menyamai,” ungkap Ego.

Namun demikian keputusan tetap harus melalui tahapan evaluasi akhir termasuk pembahasan Term and Condition (TnC).

“Mereka bersedia, tapi secara formal harus ada TnC baru ada SK penugasan dari menteri,” tandas dia.(RI)