JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menandatangani nota kesepahaman tentang kerja sama dalam rangka pengembangan aplikasi bukti pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan melalui program joint development dengan Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan.

Pertamina menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertama yang menjalankan program integrasi tersebut, yaitu dengan sukarela memberikan akses kepada DJP, dalam hal ini Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, terhadap data dalam sistem informasi perusahaan termasuk data pembelian dan penjualan, pembayaran gaji, dan transaksi dengan pihak ketiga lainnya serta otomasi pelaksanaan kewajiban perpajakan melalui fasilitas elektronik seperti e-faktur (faktur pajak), e-bupotput (bukti potong/pungut), e-billing (pembayaran), dan efiling (pelaporan SPT).

Rini Soemarno, Menteri BUMN, mengungkapkan integrasi yang dilakukan Pertamina dan DJP sejatinya sudah dilakukan delapan tahun lalu. Langkah Pertamina, sebagai salah satu BUMN terbesar diharapkan bisa diikuti BUMN lainnya.

“Kami sangat senang dan bersemangat karena Pertamina merupakan salah satu perusahaan terbesar BUMN, yang akan memulai aktivitas ini yang menandakan harapan kami bahwa pembayaran pajak tepat waktu dan benar. Sehingga tujuan ini tidak ada laporan setahun dua tahun dari sekarang kita kena denda karena pajaknya kurang,” kata Rini dalam peluncuran integrasi Pertamina dan DJP di Kementerian Keuangan Jakarta, Rabu (21/2).

Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, mengatakan  momen ini merupakan batu loncatan (milestone) untuk pemerintah guna meningkatkan kemampuan negara dalam mengumpulkan pajak. Integrasi DJP dan Pertamina akan membantu pemerintah dalam mengumpulkan pajak.

Apalagi, jumlah faktur pajak yang diperoleh dari Pertamina mencapai 3,7 juta faktur. Jika pengumpulan dilakukan secara manual, maka akan membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit.

“Data realtime akan langsung bisa di share antara Pertamina sendiri yang memiliki data dengan DJP. Sehingga kemungkinan terjadinya dispute, dan pada akhirnya pembahasan mengenai kurang bayar menjadi lebih kecil. Kredibilitas dan kepastian pembayaran pun bisa lebih akurat,” ungkap Sri Mulyani.

Data tentang transaksi yang dilakukan Pertamina dengan pihak ketiga juga akan digunakan untuk membantu para lawan transaksi dimaksud untuk menjalankan kewajiban perpajakan mereka, termasuk sebagai data untuk pengisian laporan SPT secara otomatis (pre-populated).

Inisiasi program integrasi data perpajakan Pertamina-DJP merupakan tindak lanjut dari rapat koordinasi antara Menteri Keuangan dan Menteri BUMN pada akhir 2016, yang menyepakati perlunya integrasi data perpajakan antara BUMN selaku wajib pajak dan DJP selaku otoritas perpajakan di Indonesia.

Sejauh ini hasil yang didapat dari keterbukaan data pihak ketiga cukup menggembirakan. Pada 2017 KPP Wajib Pajak Besar Tiga yang mengadministrasikan perpajakan Pertamina telah mengirimkan data belanja periode 2014-2016 dengan nilai mencapai Rp141 triliun kepada 330 KPP di seluruh lndonesia. Selanjutnya, di awal tahun ini KPP WP Besar Tiga juga telah mengirimkan data penjualan untuk tahun 2016 dengan nilai mencapai Rp381 triliun ke 343 KPP lokasi di seluruh Indonesia.

Keterbukaan sukarela wajib pajak menandai dimulainya era baru kepatuhan pajak berbasis kerja sama antara otoritas dan pembayar pajak (cooperative compliance). Dalam pendekatan cooperative compliance, kepatuhan pajak ditempatkan dalam perspektif yang holistik dan end-to-end yakni dimulai dari titik awal terjadinya transaksi hingga titik akhir yaitu pajak dibayar secara benar dan tepat waktu. Dengan demikian fokus DJP tidak lagi hanya pada menguji kepatuhan setelah pelaporan SPT tapi membantu memastikan wajib pajak melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar sejak awal (right from the start).

Bagi wajib pajak, transparansi dan keterbukaan wajib pajak merupakan bagian dari paradigma modern di mana kepatuhan pajak menjadi salah satu komponen pokok dari sistem pengendalian internal perusahaan. Sejalan dengan prinsip-prinsip good corporate governance, dengan menerapkan tata kelola perpajakan maka manajemen dapat mengurangi risiko bagi perusahaan. termasuk meminimalkan potensi timbulnya sengketa, dan menghindari proses pemeriksaan yang panjang sehingga dapat menekan biaya kepatuhan wajib pajak.

Elia Massa Manik, Direktur Utama Pertamina, mengungkapkan integrasi menegaskan Pertamina menjadi barometer kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak di Indonesia, mengingat Pertamina meraih predikat sebagai Wajib Pajak Besar Dengan Tingkat Kepatuhan Tertinggi pada 2017 dari Kementerian Keuangan. “Integrasi data pajak juga sejalan dengan prinsip bisnis Pertamina dalam memegang teguh good corporate governance,” kata Massa.(RI)