JAKARTA – PT Pertamina (Persero) memproyeksikan distribusi Liqufied Petroleum Gas (LPG) 3 kg bersubsidi akan melebihi dari target atau kuota yang ditetapkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 6,45 juta ton. Hingga Juli, Pertamina mencatat realisasi penyaluran LPG 3 kg bersubsidi sudah mencapai 3,759 juta ton.

“Over kuota 1,1% proporsional terhadap target year to date (YTD) Juli 2018,” kata Mas’ud Khamid, Direktur Pemasaran Retail Pertamina dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa (28/8).

Seiring realisasi semester pertama, Pertamina memproyeksikan distribusi sampai akhir 2018 juga akan melampaui kuota. Hingga akhir 2018, prognosa LPG 3 kg diproyeksikan sebesar 6,62 juta ton. “Over kuota 2,6% atau lebih tinggi 5,2% terhadap realisasi 2017 sebesar 6,393 juta ton,” ungkap Mas’ud.

Proyeksi penyaluran LPG hingga akhir tahun masih lebih rendah dari usulan pemerintah di APBN 2019.

Pada 2019 pemerintah mengasumsikan kuota LPG 3 kg sebesar 6,978 juta ton. Asumsi tersebut belum memberlakukan mekanisme distribusi tertutup dengan asumsi berupa perhitungan kebutuhan hari raya serta bertambahnya pengguna LPG 2018 sebesar 531.132 rumah tangga dan usaha mikro dan 25 ribu nelayan.

“Serta dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 2019 sebesar 5% per tahun,” kata Mas’ud.

Formula Harga

Di tempat terpisah, Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, mengatakan tim pemerintah tengah melakukan perhitungan secara detail harga LPG dari masing-masing sumber, termasuk merici semua komponen biaya diantaranya, asuransi, transportasi,  penyimpanan, pengangkutan, dan biaya distribusi.

“Nah ini data-datanya kita kumpulkan semua, kita rinci lebih dalam mana yang lebih real realisasi,” kata Djoko, Senin‎ (27/8).

Selama ini lebib dari 60% kebutuhan LPG nasional dipasok dari luar negeri.

Djoko mengungkapkan, formula harga LPG yang baru akan mengacu pada kondisi komponen yang‎ sebenarnya, sehingga akan jauh lebih fleksibel untuk menyesuaikan harga. Sedangkan selama ini, formula harga LPG hanya berdasarkan hitungan rata-rata serta asumsi sehingga tidak ada penyesuaian.

“Kayak sekarang harga minyak dulu kan harga minyak US$100 sekarang US$70, kan harus disesuaikan. Jadi konstantanya harus kita sesuaikan dengan data-data yang real sekarang,” ungkap Djoko.

Menurut dia, jika formula harga LPG baru mulai diterapkan, maka akan ada potensi menciptakan efisiensi yang berujung pada harga LPG lebih murah atau tidak ada kenaikan harga.

“Tapi ini lagi kami kaji, biar lebih murah sehingga harga tidak naik. Karena harga dasar, formulanya lebih murah. Lebih murah artinya kan harga tidak naik,” tandas Djoko.(RI)