JAKARTA – Sebanyak 60 titik jaringan pipa PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) atau PGN akan dihubungkan langsung dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik PT Pertamina (Persero) untuk merealisasikan program penyediaan nozzle gas di SPBU.

“Kita sudah identifikasi ada 60 titik SPBU yang dikelola Pertamina sudah ada jaringan dan infrastruktur PGN. Ini akan diprioritaskan untuk diakselarasi,” kata Dilo Seno Widagdo, Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN di Jakarta, Kamis (27/4).

Saat ini PGN, Pertamina dan pemerintah melakukan pembahasan intensif terkait biaya distribusi gas yang diperlukan untuk Bahan Bakar Gas (BBG).

Menurut Dilo, masih perlu dibicarakan lagi untuk tindaklanjut program penyediaan nozzle gas di SPBU, terutama saat implementasi karena masih ada komponen biaya yang harus dikeluarkan.
“Untuk menindaklanjuti teknis kira-kira seperti apa penetapan dispenser infrastruktur, siapa nanti lakukan investasi, itu belum jelas. Kita coba simulasikan mana porsi PGN, Pertamina dan pemerintah,” ungkap dia.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 25 Tahun 2017, tentang Percepatan
Pemanfaatan BBG untuk Transportasi Jalan, menetapkan setiap SPBU harus memiliki nozzle gas. Pemerintah telah menetapkan roadmap sebaran SPBU tersebut.

Dalam road map pemerintah menetapkan ada 150 SPBU milik Pertamina yang harus bisa dibangun fasilitas BBG secara bertahap hingga 2019.

“Dari 60 titik itu sebagian besar mamang di wilayah Jawa yang sudah banyak tersedia fasilitas kita (PGN) dan akses dekat dengan SPBU milik Pertamina,” ukata Dilo.

Menurut Dilo, PGN sebagai penyedia fasilitas distribusi gas telah diminta untuk memberikan harga diskon untuk memastikan harga BBG tetap kompetitif serta menstimulus penggunaannya.
Harga BBG saat ini dipatok sebesar Rp 3.100 per setara liter premium (lsp).

Dilo mengatakan harga yang sesuai dengan keekonomian adalah sebesar Rp 4.600 per setara liter premium. Hal itu yang harus dicarikan solusi seperti apa mekanisme diskon yang diberikan, karena subisidi tersebut otomatis akan ditanggung badan usaha. Nantinya diskon akan diberikan hingga persentase penggunaan BBG lebih dari 20% dari penggunaan BBM.

“Sekarang 20% belum ada, kalau sudah 60% mulai perlahan akan dicabut insentif,” kata Dilo.(RI)