JAKARTA – PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, akan terus menambah jumlah armada tanker milik. Selain untuk memperbarui armada, penambahan tanker juga untuk meningkatkan volume pengangkutan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) karena distribusi BBM di Indonesia memiliki jalur paling kompleks di dunia.

“Kapal kita kan ada yang sudah tua. Kalau sewa mau cari murah, konsekuensinya malah jadi terlambat atau rusak. Jadi sekarang kita memang ingin melakukan peningkatan untuk penyediaan kapal baru,” ujar Ahmad Bambang, Wakil Direktur Utama Pertamina kepada Dunia Energi, Rabu (23/11).

Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina, menambahkan penambahan kapal ini merupakan implementasi dari Shipping Excellence yang merupakan bagian dari program Marketing and Operation Excellence.

Selama 2016-2017, Pertamina kedatangan delapan unit kapal general purpose (GP) dengan bobot mati 17.500 deadweight tonnage (DWT) yang dikirim oleh tiga galangan kapal nasional. Total investasi pembelian delapan unit kapal tersebut sebesar 200 juta dolar AS atau sekitar Rp2,6 triliun.

“Kami bisa bangun di dalam negeri, ada di Batam, dan Lamongan. Kami harap bisa juga support pengusaha kapal nasional. Saat ini galangan kapal lokal kan baru bisa 17 ribu  DWT, tapi nanti bisa saja kami memesan untuk 100 ribu DWT,” ujar  Wianda.

tanker-minyak

Menurut Wianda, begitu luasnya area yang harus dijelajahi dan begitu banyaknya pulau yang harus disinggahi membuat Pertamina mengandalkan kapal tanker untuk menyalurkan BBM. Selain itu, lanjut Wianda, penambahan kapal merupakan implementasi dari shipping excellence yang merupakan bagian dari program marketing and operation excellence. Hal ini juga sejalan dengan lima pilar prioritas strategis Pertamina tahun ini, yakni untuk memperkuat infrastruktur yang dapat mendukung daya saing perusahaan.

“Penambahan kapal tersebut untuk melayani distribusi BBM seluruh Indonesia dengan 111 terminal BBM dan jalur distribusi terkompleks di dunia guna terciptanya keamanan pasokan (security of supply) dan dukungan terhadap daya saing Pertamina di level nasional maupun internasional,” katanya.

Hingga September 2016, Pertamina memiliki jumlah armada tanker milik sebanyak 217 kapal, naik 8% atau bertambah 16 kapal dibandingkan periode September 2015 sebanyak 201 kapal. Selain itu, dibandingkan target dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2016, realisasi hingga September lebih tinggi enam unit.

Kapal yang dimiliki Pertamina terdiri atas berbagai jenis, antara lain kapal tanker berukuran kecil (small tanker I) dengan bobot mati terendah 1.470 MT hingga terbesar 3.500 MT. Juga ada small tanker II  dengan bobot mati 6.500 MT hingga 6.736 MT dan kapal small purpose dengan bobot mati 15.277-17.780 MT.

Untuk medium range, Pertamina juga memiliki kapal dengan bobot mati terendah 29.941 MT dan tertinggi 40.374 MT. Adapun kapal dengan skala large range terbesar berbobot mati 107.538 yang dibuat pada 2009 dan terendah 86.964 MT.  “Kami juga memiliki kapal gas carrier ukuran kecil 3.472 MT dan mid sie yang berukuran 17.400 MT,” jelas Wianda.

Pertamina menurut Wianda akan terus mengoptimalkan penggunaan tanker milik untuk bisa mengangkut produk-produk minyak karena sekarang lebih banyak FOB daripada cost, insurance and freight (CIF). Dengan memiliki kapal milik sendiri Pertamina menjadi lebih efisien karena tidak lagi melakukan pola penyewaan kapal.

Ibrahim Hasyim, pengamat perkapalan yang juga Ketua Alumni Akademi Migas, mengatakan Pertaminamemerlukan banyak kapal tanker untuk mengangkut minyak mentah, BBM, dan gas. Kebutuhan tanker dalam berbagai ukuran yang disesuaikan dengan jumlah kargo yang diangkut, letak lokasi pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar, kedalaman alur laut indonesia sangat penting dalam mendukung bisnis, membangun efisiensi dan membangun ketahanan energi nasional.

Menurut dia, mempunyai kapal milik sendiri adalah keputusan strategis perusahaan. Apalagi Pertamina sudah punya volume captive kargo  yang akan terus meningkat. “Pangsa pasar BBM Pertamina sekitar 80 persen. Jadi harus ada jaminan tersedianya alat angkut untuk negara kepulauan seperti Indonesia,” katanya.

Ibrahim menjelaskan saat ini semakin sedikit perusahaan yang berinvestasi kapal, apalagi dengan desain khusus untuk perairan Indonesia. Di sisi lain, kemampuan galangan kapal nasional terbatas, masih hanya sampai pada ukuran tanker menengah. “Tapi mereka akan lebih terlatih, apabila sering diberi order dan dipayung dengan regulasi,” kata Ibrahim.(RA/RI)