JAKARTA – PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) menandatangani kesepakatan (head of agreement/HoA) pasokan gas dari lapangan gas Jambaran Tiung Biru (JTB) untuk pembangkit listrik di wilayah Gresik, Jawa Timur. Penandatanganan tersebut merupakan lanjutan dari kesepakatan harga yang dicapai kedua BUMN dengan harga gas sebesar US$ 7,6 per MMBTU flat selama masa kontrak.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengapresiasi penandatanganan tersebut, karena baik Pertamina maupun PLN sama-sama mau mengalah sehingga tercapai kesepakatan. Pertamina bersedia menurunkan alokasi belanja modal dari US$ 2,05 miliar menjadi US$ 1,55 miliar, penurunan dilakukan bertahap dari US$ 1,8 milliar.

“PLN keinginannya harga paling tidak pengaruhi Biaya Pokok Produksi (BPP). Kita diskusi bagaimana turunkan biaya hulu. Pertamina akhirnya mau menurunkan capex US$ 250 juta, akhirnya sepakat US$ 7,6 flat 30 tahun. Dengan harga segitu harga BPP tidak akan naik,” kata Arcandra saat konferensi pers di Kementerian ESDM, Selasa (8/8).

Produksi gas JTB diproyeksikan sebesar 172 juta kaki meter kubik (MMSCFD) selama 16 tahun (plateu). Dari 172 MMSCFD pemanfaatan gas tersebut, 100 MMSCFD akan disalurkan ke PLN Wilayah Gresik sementara 72 MMSCFD diperuntukkan untuk industri di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Gas dari Jambaran Tiung Biru nantinya juga akan terkoneksi dengan pipa Gresik-Semarang sepanjang 267 km dengan diameter 28 inch.

“Pipa Gresik-Semarang dengan investasi sekitar US$ 515 juta direncanakan selesai pada tahun 2017,” tukas Arcandra.

Pertamina sebelumnya juga telah mengakuisisi saham Exxonmobil di proyek JTB. Namun Arcandra menolak untuk membeberkan nilai akuisisi tersebut karena masih merupakan kesepakatan bisnis yang bersifat confidential. Langkah itu harus dilakukan untuk bisa menemui titik temu antara penghasil dan pembeli gas.

Adriansyah, Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu (PEPC), mengatakan dengan adanya kesepakatan tersebut diharapkan konstruksi bisa segera dimulai karena jika tidak akan mempengaruhi keekonomian proyek. Perusahaan mempunyai waktu 36 bulan untuk bisa menyelesaikan proyek JTB.

“Kontruksi selama 36 bulan mulai 2017, harusnya 2020 jadi ada spare waktu enam bulan. Kami harap 2020 akhir atau awal 2021 selesai,” tandas Adriansyah.(RI)