MINAHASA – PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), mempercepat penuntasan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong Unit 6, menyusul pengoperasian unit 5 pada 15 September 2016. PLTP Lahedong Unit 5 dan 6 dengan kapasitas masing-masing 20 megawatt (MW) menelan total investasi US$228,7 juta.

Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina, mengatakan kompetensi pekerja PGE dalam melakukan pengawasan proyek menjadi faktor utama bagi percepatan dan keberhasilan proyek PLTP Lahedong.

“Penyelesaian proyek ini dengan lebih cepat dari target menunjukkan pekerja PGE sangat menguasai kompetensinya secara komprehensif sehingga cepat dalam mengambil keputusan dan mampu melakukan terobosan di setiap lini. Komunikasi yang efektif dengan para mitra dan juga seluruh stakeholder, termasuk masyarakat sebagai penerima manfaat terbesar menjadikan PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 total project dapat tuntas dengan hambatan yang relatif minimal,” kata Syamsu di kantor PGE Lahendong, Minahasa, Sulawesi Utara, Sabtu (26/11).

PGE sebelumnya berhasil melaksanakan commercial operation date (COD) PLTP Lahendong Unit 5 pada 15 September 2016 atau 107 tujuh hari lebih cepat dari perencanaan awal 26 Desember 2016. Untuk PLTP Lahendong Unit 6 ditargetkan beroperasi Desember 2016 atau lebih cepat dari rencana COD pada Juni 2017.

PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 merupakan PLTP milik PGE yang ke-4 dan 5 yang dibangun dengan pola total project, setelah PLTP Kamojang Unit 4, Kamojang Unit 5, dan Ulubelu Unit 3. Total project artinya proyek dilaksanakan PGE mulai dari tahapan eksplorasi dan pengembangan lapangan uap hingga pembangunan dan pengoperasian PLTP untuk kemudian listriknya dijual kepada PT PLN (Persero) dan didistribusikan kepada masyarakat konsumen.

Menurut Syamsu, listrik yang dihasilkan dari PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 total project akan masuk ke dalam sistem grid SULUTENGGO (Sulawesi Utara, Tengah, dan Gorontalo) yang daya mampunya mencapai 320 MW dan kebutuhan listrik sebesar 340 MW. Apabila seluruh pembangkit dapat beroperasi normal, panas bumi di Lahendong dapat berkontribusi sekitar 120 MW pada saat PLTP Lahendong Unit 6 mulai beroperasi Desember 2016.

“Dengan demikian keberadaan kedua PLTP ini sangat penting artinya bagi upaya pemerintah untuk meningkatkan elektrifikasi di daerah yang pada akhirnya diharapkan dapat menggerakkan ekonomi lokal menjadi lebih cepat,” ungkap Syamsu.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan pengembangan panas bumi menjadi salah satu prioritas pemanfaatan EBT yang tengah dikejar oleh pemerintah.

“Pemerintah kan juga dukung EBT. Kalau panas bumi ini tergantung, apakah di suatu daerah itu ada panas bumi yang bisa dimanfaatkan sebagai energi,” katanya

Wilayah Kerja Panasbumi (WKP) Lahendong terbagi dalam dua blok yaitu Blok Lahendong existing yang terletak dalam Wilayah Kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa dan Blok Tompaso yang terletak dalam Kabupaten Minahasa Induk. Sejak pengeboran pertama oleh Pertamina pada 1982 hingga Oktober 2016 telah dihasilkan 51 sumur panas bumi untuk Blok Lahendong dan Blok Tompaso.

Blok Lahendong existing luasnya sekitar 14 km persegi dengan potensi pengembangan diprediksi hingga 150 MW. Untuk memasok kebutuhan PLTP Unit 1-4 milik PLN dengan total kapasitas terpasang 80 MW, PGE telah mengoperasikan 37 sumur.

Untuk Blok Tompaso seluas 28 km persegi, saat ini sudah tersedia sekitar 44,5 MW di kepala sumur dan sudah dibangkitkan 20 MW untuk PLTP Unit 5 mulai 15 September 2016 dan segera menyusul pembangkitan 20 MW untuk PLTP Unit 6. Untuk mendukung dua unit tersebut telah dibor 14 sumur.(RI)