JAKARTA – PT Pertamina (Persero) telah mengajukan term and condition (TnC) pengelolaan delapan blok terminasi ke pemerintah. Delapan blok yang akan habis kontraknya pada 2017 tersebut telah diserahkan ke Pertamina untuk dikelola mulai 2018.

Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina, mengatakan dalam TnC dimasukan berbagai permintaan yang medukung pengelolaan lapangan minyak memenuhi nilai keekonomian. Pertamina pada dasarnya tidak masalah jika blok-blok yang diserahkan menggunakan skema gross split, namun ada berbagai pertimbangan yang diminta dan telah diajukan dalam TnC.

“Blok terminasi, kita sudah kirim surat TnC-nya, nanti dibahas bersama. Tidak ada masalah pakai gross split,” kata Syamsu di Jakarta, Kamis.

Lebih lanjut dia menjelaskan ada satu blok yang diminta Pertamina dievaluasi secara lebih mendalam karena nilai keekonomiannya bergantung pada skema bagi hasil. Serta biaya pengelolaan yang dipastikan akan membengkak.

“Ada satu yang kita minta intensif dievaluasi. Jadi dari delapan, ada satu yang kita minta evaluasi,” ungkap dia.

Salah satu blok terminasi yang sudah sejak lama diminta untuk evaluasi sebelum diberlakukan skema gross split terhadap blok-blok terminasi yang diserahkan ke Pertamina adalah Blok East Kalimantan yang sebelumnya dikelola PT Chevron Pacifik Indonesia. Penyebab utama adalah kewajiban pengelola baru menanggung dana pemulihan wilayah kerja minyak dan gas pasca operasi (abandonment site restoration/ASR).

Pemerintah sebenarnya memiliki opsi lain dalam pengelolaan delapan blok terminasi tersebut. Apabila Pertamina tidak sanggup Kementerian Energi dan Sumber Daya dan Minerak menyatakan ada beberapa perusahaan dari Timur tengah, Asia juga Eropa yang menyatakan minatnya untuk bisa mengelola ataupun bergabung menjadi partner Pertamina.

Perusahaan yang sudah menyatakan minatnya untuk bergabung dengan Pertamina adalah perusahaan asal Malaysia, Petronas.

Menurut Syamsu, apabila dikerjasamakan dengan mitra maka risiko usaha bisa dibagi dan itu merupakan strategi positif. Namun apabila TnC disetujui pemerintah maka Pertamina tidak perlu menggandeng partner dan bisa dikelola secara mandiri. “Kita yakin masih sanggup untuk bisa kelola sendiri,” tegas Syamsu.(RI)