JAKARTA –  Pemerintah  diminta untuk mencari jalan keluar sehingga Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak melanggar undang-undang yang mengamanatkan setiap BUMN dilarang merugi.

Muhammad Said Didu, pengamat BUMN sekaligus mantan Sekretaris Kementerian BUMN,  menegaskan dalam UU BUMN jelas terdapat poin yang mengatur mekanisme pemberian berbagai program penugasan kepada BUMN.

“Aturan di UU BUMN sangat jelas. Penjelasan Pasal 66 UU BUMN menyatakan bahwa jika pemerintah memberikan tugas kepada BUMN dan tugas tersebut tidak layak maka pemerintah harus mengganti seluruh biaya ditambah marjin yang layak,” kata Said Didu kepada Dunia Energi, Senin (18/9).

Hingga semester pertama 2017, kondisi keuangan Pertamina  terus tertekan, Laba bersih perusahaan anjlok sebesar 24% menjadi US$1, 4 miliar  dibanding periode yang sama 2016 sebesar US$ 1,83 miliar.

Selain itu, dalam laporan keuangan semester pertama juga terungkap bahwa ada potential loss sebesar Rp 12,8 triliun.

Menurut Arif Budiman, Direktur Keuangan Pertamina,  kondisi tersebut disebabkan tidak adanya perubahan atau penyesuaian harga BBM Penugasan sejak tahun lalu. Padahal dalam formula yang sudah ditetapkan pemerintah seharusnya ada perubahan akibat  perubahan harga minyak dunia sebagai patokan perhitungan.

Sejak akhir tahun lalu Pertamina juga ditugaskan untuk mendistribusikan BBM ke daerah pelosok untuk mewujudkan BBM satu harga. Salah satu kesulitan dalam tugas tersebut Pertamina adalah harus menyiapkan infrastruktur sendiri sehingga pos pembiayaan dipastikan bertambah.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, menyatakan Pertamina tidak hanya menjelankan tugas pemerintah untuk melayani masyarakat tetapi juga dibebankan pemerintah juga untuk mendapatkan keuntungan yang diserahkan ke negara.

Menurut Komaidi, saat ini Pertamina sedang kesulitan cash flow.  Akibatnya, dari berbagai program perusahaan yang butuh dana besar terkesan berjalan lambat mulai dari akuisisi blok migas hingga proyek kilang.

“Perusahaan mana yang kuat dengan penugasan BBM satu harga, distribusi BBM subsidi dan penugasan yang hampir semuanya merugi. Belum lagi penugasan distribusi LPG 3 kg yang tidak sederhana,” tandas Komaidi. (RI)