JAKARTA – Rencana pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) minyak dan gas digulirkan Komisi VII DPR dalam revisi Undang-Undang Minyak dan Gas dinilai memiliki konsekuensi positif dan negatif. Salah satu poin positif adalah peran negara masih ada, bahkan cukup besar dalam aturan main pengelolaan migas, melalui badan usaha khusus yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dalam kegiatan bisnis migas.

“Subtansinya sudah tepat, dibentuk perusahaan holding yang membawahi semua BUMN Migas,” kata Fahmy Radhi, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada kepada Dunia Energi, Selasa (14/2).

Badan usaha khusus berfungsi dan bertanggung jawab sebagai induk dari berbagai perusahaan milik negara yang bergerak di sektor migas.

Menurut Fahmy, opsi suatu badan usaha yang mengatur sumber daya alam migas dan bertanggung jawab langsung ke presiden dinilai lebih relevan dibanding kondisi saat ini. Pasalnya, migas dan produknya merupakan kebutuhan masyarakat luas, sehingga peran presiden harus ada di sana. “Opsi holding di bawah presiden lebih tepat dibanding di bawah Kementerian BUMN,” tambahnya.

Dalam draft RUU Migas, peran BUMN migas seperti PT Pertamina (Persero) juga dipastikan tidak akan sama dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) lain. Pertamina sebagai perusahaan negara akan mendapatkan berbagai keistimewaan sehingga bisa lebih berkembang.

Namun Fahmy juga menegaskan skema badan usaha khusus yang langsung bertanggung jawab kepada presiden bukan tanpa celah bagi adanya oknum pemburu rente. Ketika gerak-gerik Kementerian BUMN tidak lagi bisa diandalkan karena presiden langsung mengawasi pengelolaan migas, maka para oknum pemburu tersebut akan bergerak dilingkaran presiden.
Salah satu konsekuensinya adalah intervensi DPR menjadi semakin dominan, baik dalam penetapan dirut holding, maupun dalam corporate action.

“Tidak menutup kemungkinan intervensi tersebut menjadikannya sapi perah dari berbagai kelompok kepentingan, termasuk partai,” tukas Fahmy.

Untuk itu pemerintah maupun DPR diminta berhati-hati dalam proses pembentukan badan usaha khusus tersebut nantinya. Salah satu langkah untuk memastikan peran negara dalam pembentukan badan usaha khusus adalah pemerintah bisa langsung menunjuk Pertamina untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai badan usaha khusus.

Menurut Fahmy, lebih tepat menunjuk Pertamina sebagai induk dari holding karena status Pertamina sebagai National Oil Company (NOC). “Pertamina merupakan representasi negara, yang 100 persen sahamnya dikuasai negara,” tegasnya.
Badan usaha khusus sendiri nantinya dibentuk bukan berdasarkan keputusan dari parlemen melainkan keputusan pemerintah.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat dikonfirmasi mengenai usulan pembentukan badan usaha khusus sepakat dengan ide untuk membesarkan dan memajukan NOC Indonesia. Namun demikian hingga saat ini belum ada informasi lanjutan terkait pembahasan RUU Migas dengan DPR. “Masih inisiatif di DPR, kita belum bisa kasih masukan nanti ada waktunya kita bahas bersama,” tandas Arcandra.(RI)