JAKARTA – PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Geothermal Energy, dinilai sangat layak tetap diberikan tugas pengembangan panas bumi di masa mendatang. Walaupun tentu saja agar ada upaya kompetisi untuk meningkatkan kualitas, diperlukan juga pembinaan dan keterlibatan perusahaan panas bumi lainnya baik nasional maupun internasional mengingat pengembangan panas.

 

“Diperlukan cara pembinaan yang baik oleh pemerintah agar tugas kepada BUMN berjalan, di sisi lain perusahaan nasional dan internasional lainnya perlu dilibatkan,” kata Suryadarma, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Rabu (15/6).

 

Menurut dia, untuk membangun energi dari panas bumi, investasi yang diperlukan semuanya dikeluarkan diawal pembangunannya sebelum menghasilkan listrik dan jumlahnya sangat signifikan besar. Untuk mendapatkan 1 megawatt rata-rata diperlukan dana sekitar US$2 juta sampai menghasilkan listrik diperlukan biaya sampai US$ 4 juta per megawatt. Hal ini disebabkan mencari sumber daya panasbumi sampai menghasilkan uap panas bumi menghadapi berbagai macam risiko baik risiko eksplorasi, risiko teknis, risiko lingkungan, dan risiko finansial.

 

“Pada masa pemeliharaannya membutuhkan biaya yang relatif sedikit. Biaya yg diperlukan untuk pemboran sumur produksi bisa mencapai US$ 5-7 juta per sumur sedangkan sumur injeksi sekitar US$ 4 juta per sumur,” katanya.

 

Abadi Purnomo, Anggota Dewan Energi Nasional sekaligus Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, mengatakan Pertamina sukses karena sebagai perusahaan energi Pertamina berkomitmen mengembangkan panas bumi dan ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia dan finansial yang cukup kuat. Pertamina sudah berpengalaman pada bisnis panas bumi sejak 1970-an. Namun demikian juga ada keterbatasan di finansial bila diminta untuk mengembangkan seluruh potensi panas bumi yang ada di Tanah Air.

 

“Untuk membangun 5.000 megawatt  diperlukan dana US$ 20 miliar sehingga risikonya perlu di share ke lainnya. Dalam draf regulasi baru hal penugasan kepada BUMN sudah masuk,” katanya.

 

Pertamina menargetkan tiga Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) akan mulai beroperasi tahun ini, yakni PLTP unit tiga di Ulubelu Lampung berkapasitas 55 megawat, PLTP Lahendong unit 5 di Sulawesi Utara berkapasitas 55 megawatt, dan unit satu PLTP Karaha di Jawa Barat berkapasitas 55 megawatt.

 

Ketiga PLTP tersebut akan menambahkan kapasitas terpasang PLTP yang dioperasikan PGE saat ini sebesar 437 megawatt.

 

Berdasarkan data Pertamina, hingga kuartal I 2016, produksi panas bumi Pertamina mencapai 761,51 GWH atau naik 6,3% pada kuartal I 2016 dibandingkan periode sama tahun lalu.  Peningkatan produksi ini juga terkait dengan biaya operasi yang terus turun. Sepanjang Januari-April 2016, biaya operasi turun  menjadi US$ 3,1 dolar per ton dibandingkan sepanjang 2015 sebesar US$ 3,7 per ton atau 2014 sebesar US$ 3,4 ton dan 2013 sebesar US$ 3,5 per ton.(RA/RI)