Pembangkit mini hidro memanfaatkan derasnya arus air sungai untuk menggerakkan turbin dan membangkitkan listrik.

Pembangkit mini hidro memanfaatkan derasnya arus air sungai untuk menggerakkan turbin dan membangkitkan listrik.

JAKARTA – PT Pertamina (Persero) tidak lagi identik dengan perusahaan pengembang energi fosil, utamanya minyak dan gas bumi (migas). Setelah sukses dengan panas bumi, badan usaha milik negara ini dengan laba tertinggi ini, mulai mengembangkan proyek pembangkit listrik tenaga air skala kecil atau mini hidro, di sejumlah daerah di Jawa Barat.   

Untuk proyek energi baru terbarukan itu, Pertamina menggandeng Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bernama PT Tirta Gemah Ripah. Nota kesepahaman antara keduanya juga telah diteken akhir pekan lalu, yakni untuk melakukan kajian bersama potensi pengembangan Pembangkit Listrik Mini Hidro (PLTM) di beberapa lokasi potensial di Jawa Barat.

Penandatangan Nota Kesepahaman itu adalah Direktur Gas Pertamina, Hari Karyuliarto dan Direktur Utama Tirta Gemah Ripah, Johan Romadhon. Hari Karyuliarto mengatakan, Nota Kesepahaman ini merupakan bagian dari transformasi Pertamina, yang telah mengubah visi Perusahaan menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia.

Sebagai implementasi perubahan visi tersebut, kata Hari, Pertamina melaksanakan diversifikasi bisnis khususnya untuk energi baru dan terbarukan, yang meliputi panas bumi yang sudah berjalan, serta pengembangan lebih lanjut CBM, shale gas, sampah kota, energi matahari, hydro dan angin.

“Rencana pengembangan PLTM sebagaimana tertuang dalam Nota Kesepahaman ini merupakan wujud komitmen Pertamina bersama Tirta Gemah Ripah terhadap pemanfaatan energi baru dan terbarukan, khususnya mini hidro. Pengembangan PLTM akan sejalan dengan rencana pemerintah dimana ditargetkan porsi energi baru dan terbarukan sebesar 25,9 % pada 2025,” tutur Hari.

Mitra yang digandeng Pertamina dalam proyek mini hidro ini pun tidak sembarangan. Hari menerangkan, PT Tirta Gemah Ripah adalah anak perusahaan dari BUMD Provinsi Jawa Barat, yang telah berpengalaman mengembangkan PLTM di beberapa lokasi di Jawa Barat. Diantaranya PLTM kapasitas 8 Megawatt (MW) di Sungai Cirompang, Garut, yang saat ini statusnya sedang dalam tahap penyelesaian.

Bersama Tirta Gemah Ripah, kata Hari, Pertamina akan melakukan langkah-langkah untuk mengembangkan hydro to power, meliputi studi dengan melakukan pemetaan dan kelayakan lokasi yang potensial dalam pemanfaatan aliran air sungai di Jawa Barat.

“Dalam waktu dekat, studi akan dilakukan di beberapa lokasi di Cianjur dan Tasikmalaya, dengan potensi masing-masing sekitar 4 sampai 5 MW. Dalam jangka panjang tidak menutup kemungkinan terhadap proyek-proyek yang existing dan terkendala di Jawa Barat, dilakukan studi kembali agar pengembangan proyek hydro ini lebih efektif,” terang Hari lagi.

Dibutuhkan Minimal 3 Tahun

Untuk pelaksanaan proyek PLTM, sambungnya, diperlukan waktu sedikitnya 3 tahun untuk menyelesaikan tahapan-tahapannya. Rencananya, PLTM-PLTM hasil kerjasama antara Pertamina dan Tirta Gemah Ripah, akan disalurkan ke PLN sebagai standby buyer sesuai regulasi pemerintah terkait kebijakan pemanfaatan energi terbarukan. “Peraturan internal PLN terkait pemanfaatan energi terbarukan juga mendukung hal itu,” tukasnya.

Hari pun menyebutkan, proyek PLTM adalah proyek yang potensial karena harga jual listriknya sebesar Rp 656/kWh dan pada saat normal operasi. Jika dibandingkan dengan memanfaatkan bahan bakar minyak jenis diesel yang biaya produksinya mencapai Rp 2.800/kWh, pemanfaatan PLTM akan memberikan penghematan yang besar bagi sektor ketenagalistrikan.

“Ditambah lagi, PLTM adalah teknologi ramah lingkungan yang tidak memberikan polusi serta memanfaatkan energi terbarukan yaitu air sungai,” pungkas Hari.

(Iksan Tejo / duniaenergi@yahoo.co.id)