JAKARTA – Langkah manajemen baru PT Pertamina (Persero) dibawah komando Elia Massa Manik untuk mengevaluasi aksi korporasi, seperti megaproyek kilang dan petrokimia serta akuisisi ladang minyak dan gas di luar dinilai suatu kewajaran. Pasalnya, aksi korporasi tersebut membutuhkan dana yang sangat besar dan berpotensi menganggu kinerja keuangan Pertamina.

Inas Nasrullah, Anggota Komisi VI DPR, mengatakan industri migas sudah tidak sama dengan kondisi dua atau tiga tahun lalu saat harga minyak masih sangat rendah, sehingga akuisisi lapangan migas di luar negeri sangat memungkinkan.

Ekspansi berupa akuisisi penting, namun tetap harus diperhatikan prioritasnya, khususnya terhadap manfaat langsung bagi perusahaan. “Memang benar, jika Pertamina harus meninjau beberapa aksi korporasinya yang tidak menguntungkan, terutama investasi diberbagai sumur minyak di luar negri,” kata Inas kepada Dunia Energi, belum lama ini.

Menurut Inas, evaluasi sangat penting untuk menjaga kinerja keuangan Pertamina tetap positif. Apalagi dana untuk akuisisi terbilang besar. Pada 2017, anggaran yang disiapkan untuk berbagai aksi korporasi di luar negeri sebesar US$ 0,3 miliar.
Pertamina dinilai harus tetap menjaga pertumbuhan laba. Pergerakan harga minyak dunia yang terus meningkat sedikit banyak mempengaruhi laba, untuk itu evaluasi wajar dilakukan.
“Laba bersih turun sekitar 24% menjadi US$ 760 juta dibandingkan capaian kuartal I 2016 sebesar US$ 1,01 miliar. Itu disebabkan kenaikan harga minyak dunia dan ICP yang pada periode kuartal I 2017 menjadi US$ 51,03 per barel,” ungkap Inas.

Elia Massa Manik, Direktur Utama Pertamina, sebelumnya mengatakan evaluasi terhadap akuisisi ladang migas dan megaproyek menjadi prioritas untuk dievaluasi. Apalagi Pertamina ke depan sudah dipastikan mendapat tugas baru mengelola sekitar sembilan blok migas tambahan yang akan mulai dikelola pada 2018. “Jadi clear kedepan, sasaran lebih terukur,” kata dia.
Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina, mengungkapkan langkah untuk mendapatkan cadangan migas secara anorganik melalui akuisisi di dalam maupun luar negeri dipastikan akan tetap berjalan, namun dengan strategi yang berbeda yakni tidak harus selalu menjadi operator dan cukup membawa hasil ke Indonesia.

Salah satu cara yang akan lebih diutamakan Pertamina adalah dengan mendapatkan hak partisipasi di beberapa blok di luar negeri. “Cara ini juga bertujuan untuk mengurangi risiko dibanding kalau kita mengutamakan sebagai operator di suatu blok migas,” kata Syamsu.(RI)