PALEMBANG – PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor eksplorasi dan produksi migas,  bekerja sama dengan aparat pemerintah daerah, kepolisian daerah, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI)  akan menertibkan para penambang minyak liar (illegal drilling)  yang marak terjadi di wilayah kerja PT Pertamina EP Aset I Field Ramba, khususnya  Area Mangunjaya dan Keluang, di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan.

Menurut Heru Irianto, Field Manager Pertamina EP Asset-1 Field Ramba, kegiatan penertiban untuk mengamankan aset sumur minyak milik Pertamina yang juga masuk dalam wilayah objek vital nasional (obvitnas) serta meningkatkan kegiatan pemberdayaan masyarakat.

“Ada 104 sumur milik Pertamina EP yang diserobot penambang  liar di wilayah kami, sebanyak 81 sumur di Mangunjaya dan 23 sumur di Keluang,” ujar Heru di Palembang, Rabu (20/7).

Heru menambahkan, penyerobotan sumur milik Pertamina EP oleh oknum masyarakat mengakibatkan hak negara atas hasil migas hilang karena aset sumur minyak langsung dikuasai para penambang liar. Kegiatan pemboran sumur ilegal itu juga mengabaikan aspek kerusakan lingkungan dan bahaya kecelakaan tambang mengingat tidak ada standar operasional yang jelas.

Menurut dia, pemboran sumur migas ilegal itu kian tumbuh subur karena kegiatan mereka diduga mendapat dukungan modal dari cukong dan pihak yang bertindak sebagai penadah dari hasil produksi minyak mereka. “Makanya tidak mengherankan jika hasil produksi minyak mereka bisa dijual tidak hanya di Sumatera tetapi juga hingga ke Tangerang, bahkan ke Singapura,” kata Heru.

Muhammad Baron, Manajer  Humas Pertamina EP, menambahkan penerbitan illegal drilling pada Juli ini akan diawali dengan sosialisasi dan koordinasi dengan Muspida Kabupaten Muba, Polri, TNI,dan LSM. Kegiatan sosialisasi dinilai perlu dilakukan mengingat kegiatan pengeboran ilegal di wilayah tersebut sudah dilakukan secara turun-temurun dengan cara tradisional.

Sosialisasi juga akan dilakukan terkait dampak yang akan terjadi akibat kegiatan illegal drilling. Dampak lingkungan sudah pasti akan terjadi karena kegiatan tersebut meninggalkan limbah yang tidak dikelola dengan baik sehingga merusak tanah dan eksosistem yang ada.

Begitu juga dengan aspek keselamatan pekerja. Padahal, aspek keselamatan lingkungan dan  kesehatan pekerja merupakan prioritas uatama dalam kegiatan industri migas. Karena kegiatan illegal drilling sudah dilakukan sejak lama, maka harus dilakukan dengan hati-hati agar menghindari konflik sosial.  “Kondisi ini harus disikapi dengan kehati-hatian agar pelaksanaan penertiban dapat berjalan secara baik,” katanya.

Mengenai nasib para penambang yang sumurnya diambilalih oleh Pertamina, menurut Baron, pemda setempat akan membuat semacam pemetaan sosial (social mapping) sehingga nantinya bisaditindaklanjuti dengan upaya pemberdayaan masyarakat. “Bentuk pemberdayaanitu bisa macam-macam salah satu contohnya membentuk paguyuban sebagai wadah para eks-penambang liar tersebut,” ungkapnya.

Mulyadi, Ketua Paguyuban Pemuda Boran Keluang, kelompok penambang minyak tradisional di wilayah kerja Pertamina EP Aset-1 Field Ramba di Kecamatan Keluang, Kabupaten Musi Banyuasin, mengakui lokasi kegiatan penambangan warga dilakukan pada sumur minyak yang dimiliki negara. Karena itu, dia berharap ada pembinaan dari pemerintah daerah dan juga Pertamina terkait kegiatan penambangan minyak oleh warga tersebut. “Kami mohon dibinalah, penambangan minyak ini juga kan bisa meningkatkan lifting,” tandas Mulyadi.(AP)