JAKARTA – PT Pertamina EP Cepu, anak usaha PT Pertamina (Persero) yang menjadi operator dari Proyek Jambaran Tiung Biru di Blok Cepu, Jawa Timur berencana meminta tambahan insentif dari pemerintah untuk pengembangan Jambaran Tiung Biru. Insentif yang diminta diluar dari insentif yang sebelumnya sudah diberikan pemerintah, berupa tambahan split atau bagi hasil sebesar 5%.

Adriansyah, Presiden Direktur Pertamina Cepu, mengungkapkan penambahan insentif akan menunggu kesepakatan akhir berupa nilai atau harga yang akan dicapai dengan Exxonmobil terkait pengambilalihan saham di Lapangan Jambaran Tiung Biru.

“Kita tahu dulu kompensasi yang harus dibayar berapa, baru kita lihat insentif cukup atau tidak. Sekarang kan pemerintah sudah janjikan insentif tambahan split 5%,” kata Adriansyah kepada Dunia Energi, Senin (14/8).

Adriansyah mengatakan Pertamina EP Cepu bersama dengan Exxon sudah berunding terkait harga kompensasi dan telah mencapai titik temu. Hanya saja titik temu yang disepakati tidak termasuk harga yang harus digelontorkan perseroan untuk akuisisi saham Exxon, melainkan baru sekadar komponen pembentuk harga. Serta model perhitungan yang akan dibahas kedua perusahaan.

Exxon mengiginkan ada pembayaran cost recovery terhadap dana yang sudah dikeluarkan perusahaan asal Amerika Serikat tersebut untuk pengembangan Lapangan Jambaran Tiung Biru. Selain itu seluruh pajak diminta menjadi tanggungan dari Pertamina EP Cepu.

“Mereka bilang risiko ke Pertamina sudah rendah, harga jadi tinggi dong. Kita bilang risiko masih ada kalau ini delay,” ungkap Adriansyah.

Selain Pertamina EP Cepu, pengembangan Lapangan Jambaran Tiung Biru melibatkan tiga pihak lain, yakni Exxonmobil Cepu Ltd yang memiliki saham seimbang dengan Pertamina EP Cepu yakni 41,4%, BUMD 9,2% dan sisanya sebanyak 8% dimiliki anak usaha Pertamina lain, yakni PT Pertamina EP.

Pengembangan lapangan Jambaran Tiung Biru yang ditargetkan bisa memproduksi 172 juta kaki kubik per hari (MMSFD) gas terus dikebut pengerjannya karena merupakan salah satu proyek strategis nasional.

PT PLN (Persero) sebagai konsumen gas Jambaran Tiung Biru telah menyepakati harga gas sebesar US$ 7,6 per MMBTU di plant gate.

Selain membicarakan finalisasi harga pembicaraan lainnya adalah terkait hal teknis. Lapangan Jambaran Tiung Biru bersebelahan dengan beberapa proyek besar lainnya seperti Lapangan Banyu Urip.

Menurut Adriansyah, penandatanganan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) masih bisa dikejar satu bulan setelah penandatanganan Head of Agreement (HoA) antara Pertamina dan PLN yang ditargetkan pemerintah.

Seiring penandatanganan perjanjian jual beli gas maka tahap pengerjaan fisik pun bisa dilakukan dengan untuk mengejar target on stream pada 2020.

“Jadi diskusi sekarang ke arah finalisasi harga dan teknis. Serta detail seperti apa. Kita kan sebelahan dengan Banyu Urip. Lebih banyak ke masalah teknis,” tandas Adriansyah.(RI)