JAKARTA – Kuasa pertambangan minyak dan gas (migas) dinilai harus diserahkan ke PT Pertamina (Persero) yang menjadi kepanjangan tangan pemerintah. Hal ini dilakukan karena Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak diperkenankan untuk ikut serta dalam kegiatan bisnis.

“Intinya negara melalui perusahaan nasionalnya yang memegang peranan penuh, kalau kuasa pertambangan kita serahkan ke menteri, tidak boleh itu. Sebab tidak boleh menteri berbisnis,” ujar Kurtubi, Anggota Komisi VII DPR.

Kurtubi mengingatkan salah satu poin penting yang harus ada dalam revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) migas yang baru adalah kuasa pertambangan migas wajib di tangan Pertamina. Apalagi permasalahan bisnis migas sebenarnya sangat sederhana. Dan institusi maupun perusahaan negara, seperti Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Pertamina, dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) sudah berjalan.

“Kemauan pemerintahan menjadikan SKK Migas sebagai BUMN khusus di bawah Kementerian ESDM pastinya mengacaukan eksistensi bisnis Pertamina dan PGN,” tegasnya.

Menurut Kurtubi, baiknya peran dan fungsi SKK Migas diserahkan kepada Pertamina, dan PGN menjadi anak usaha Pertamina. Bila skema ini jalan, bukan tidak mungkin Indonesia akan mempunyai perusahaan migas raksasa.

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, menegaskan RUU Migas memang sangat mendesak direalisasikan. Selama ini pelaku usaha menunggu revisi UU Migas untuk bisa menentukan rencana dan strategi bisnisnya.

“RUU migas ini sangat penting sekali untuk sektor migas ada beberapa pasal yang kosong atau dibatalkan, masyarakat industri memang menunggu kepastian UU yang baru,” tandas Wiratmaja.(RI)