JAKARTA – Keputusan pemerintah untuk menetapkan titik serah pendistribusian fatty acid methyl ester (FAME) untuk menjadi bahan dasar biodiesel ke PT Pertamina (Persero) menjadi 25 titik dari 112 titik dalam perluasan program biodiesel 20% atau B20 ternyata masih menyisakan masalah.

Paulus Tjakrawan, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), mengatakan para produsen tidak keberatan dengan adanya perubahan jumlah titik serah, namun yang harus diperhatikan adalah konsekuensinya.

Di beberapa titik serah terima FAME, tidak semua fasilitas tersedia, logikanya dari 112 titik diperkecil menjadi 25, otomatis ada beberapa titik yang akan menerima limpahan FAME.

“Fasilitas dari tangki Pertamina di beberapa tempat kapasitas tangki terbatas,” kata Paulus ditemui di Jakarta, Rabu (5/12).

Imbasnya dengan keterbatasan tersebut maka harus ada tambahan fasilitas storage yang disiapkan di titik yang kekurangan fasilitas. Tentu itu memerlukan biaya dan sampai sekarang belum ditetapkan siapa yang akan bertanggung jawab menanggung biaya sewa fasilitas berupa floating storage.

“Di beberapa tempat kapasitas tangki terbatas jadi kami terpaksa pakai floating tank. Itu yang sedang dibicarakan, apakah itu cost kami? Itu kan Pertamina sudah terima menurut Pak Gandhi (Direktur Supply Chain dan Infrastruktur Pertamina) sebaiknya sudah Pertamina terima, tapi sewa tangki kita bicarakan bagi dua,” ungkap Paulus.

Di sisi lain, Gandhi saat dikonfirmasi mengatakan floating storage menjadi salah satu cara untuk menampung FAME yang dipasok, salah satunya adalah di Balikpapan. Untuk biaya sewa floating, sudah seharusnya dibebankan ke para pengusaha BBN.

“Badan usaha BBN bayar untuk biaya sewa, kan mereka taruh di fasilitas kita itu ada biaya, mereka juga bayar,” papar Gandhi.

Biaya Bongkar Muat

Menurut Paulus, masalah lain yang berpotensi timbul adalah pada saat bongkar muat FAME di pelabuhan. Untuk satu kapal saja bisa memakan waktu cukup lama, dengan adanya penyederhanaan titik serah terima maka kapal pengangkut juga akan semakin menumpuk menunggu giliran bongkar muat di pelabuhan.

“Tadinya satu kapal sekarang kan bisa jadi dua atau tiga kapal,” kata dia.

Paulus masih mengapresiasi keputusan penyederhanaan titik serah karena bagaimanapun akan memberikan manfaat dari sisi efisiensi biaya pengangkutan. Selama ini perusahaan BBN menanggung beban sewa kapal yang biasa digunakan untuk menyimpan sementara FAME yang belum sempat dibongkar muat, karena kebutuhan di titik serah itu tidak terlalu besar jadi dibongkar sedikit demi sedikit.

“Kalau kemarin biayanya jadi mahal. Kasihan perusahaan-perusahaan kalau di titik luar dia sewa kapal. Tapi kan menyalurkannya kecil-kecil jadi tambah sewa kapal kan yang ditanggung dana Badan Pengelola  Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) hanya biaya angkut, argo berjalan untuk sewa kapal,” kata Paulus.(RI)