JAKARTA – Kinerja keuangan PT Pertamina (Persero) diproyeksikan tertekan pada 2018. Salah satu bisnis yang paling banyak menggerus laba bersih Pertamina adalah unit bisnis di hilir, terutama penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Komaidi Notonegoro Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan Pertamina terlalu banyak diintervensi di bisnis hilir. Ini bisa dilihat dari beberapa produk yang harganya ditahan tidak mengikuti harga keekonomian.

Berdasarkan kalkulasi dan kajian yang dilakukan Reforminer Institute dengan harga BBM sekarang dibandingkan dengan harga keekonomian, Pertamina akan kehilangan potensi keuntungan sebesar US$1,6 miliar.

“Paling tidak sekitar Rp25 triliun (US$ 1,6 miliar dengan kurs Rp 15.000 per dolar AS) dari bisnis BBM saja. Itu potensi keuntungan yang hilang,” kata Komaidi kepada Dunia Energi, Senin (22/10).

Komaidi mengatakan wajar jika ada potensi kehilangan laba bersih Pertamina. Ini berasal dari tidak adanya perubahan harga Premium tanpa penambahan subsidi ditengah mulai menanjaknya harga minyak dunia dalam satu tahun terakhir.

Belum lagi dengan penugasan BBM satu harga untuk membangun lembaga penyalur di wilayah remote dengan menggunakan dana internal Pertamina seluruhnya. “Sudah sangat jelas beban atau kerugian bisnis di hilir besar. Keuntungan yang diperoleh dari hulu tidak mampu mengkompensasi kerugian tersebut,” ungkap Komaidi.

Selain BBM, penjualan LPG subsidi juga cukup memberikan kontribusi penambahan beban ke Pertamina. “Saya kira LPG juga demikian. Kebanyakan hilir harganya diintervensi pemerintah. Ada subsidi, namun formula pemerintah tetap tidak 100% harga keekonomian,” kata dia

Pahala Nugraha Mansury, Direktur Keuangan Pertamina, sebelumnya mengatakan penurunan laba Pertamina sudah diprediksi. “Tentunya berkurang, tapi kami masih akan bukukan laba sampai dengan akhir tahun,” kata Pahala di Jakarta, pekan lalu.

Pada 2018, Pertamina mematok target laba bersih sebesar US$2,4 miliar. Target tersebut sebenarnya tidak terlalu jauh dari realisasi laba bersih tahun lalu US$ 2,41 miliar.

Kinerja keuangan Pertamina dalam lima tahun terakhir mengalami pasang surut. Apabila tahun ini, Pertamina sudah memprediksi penurunan laba bersih, maka tren negatif akan terus berlanjut karena perolehan laba bersih perseroan dalam dua tahun terakhir turun terus. Pada 2017, laba bersih Pertamina sebesar US$2,41 miliar, turun dibanding 2016 sebesar US$3,15 miliar.

Pada 2016, laba bersih Pertamina melonjak dibanding 2015 sebesar US$ 1,41 miliar. Untuk 2014 realisasi laba bersih US$1,45 miliar, anjlok dibanding realisasi 2013 sebesar US$3,07 miliar.(RI)