JAKARTA – Perbaikan serta pembangunan infrastruktur, di antaranya pembangunan kilang dan penyimpanan, merupakan bagian dari strategi PT Pertamina (Persero) untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.

Menurut Direktur Pengolahan Pertamina, Rahmad Hardadi, penjualan BBM PSO (Public Service Obligation) pada tahun ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya karena adanya pertumbuhan kendaraan bermotor serta kebutuhan energi untuk aktivitas ekonomi dan kegiatan pembangunan. “Kenaikan BBM non-PSO untuk industri dan kelautan disebabkan oleh peningkatan kebutuhan PLN untuk pembangkit listrik,” katanya, dalam Pertamina Energy Forum 2015, di Jakarta.

Untuk mengantisipasi kekurangan kapasitas penyimpanan dan peningkatan konsumsi BBM, Pertamina akan menambah kapasitas tampung BBM di Sambu dan Tanjung Uban, Kota Baru, Pontianak, Bau-Bau, Banjarmasin, dan Bitung. Kapasitas Terminal BBM Sambu akan dinaikan dua kali lipat mencapai 300 ribu kiloliter yang diharapkan selesai pada 2016. “Fasilitas penyimpanan ini akan ditambah mencapai 350 ribu KL pada 2020. Sementara Tanjung Uban diharapkan bertambah kapasitasnya menjadi 200 ribu KL,” kata mntan Presiden Direktur PT Badak NGL tersebut.

Untuk kilang, saat ini Pertamina memiliki enam buah kilang yang tersebar di Dumai, Balongan, Cilacap, Plaju, Balikpapan, dan Sorong. Rachmad mengatakan kalau Pertamina akan membangun satu kilang baru lagi di Tuban, di mana mitra konstruksi kilang sudah ada pada kuartal I tahun depan berbentuk joint venture dengan kepemilikan minimal 51% bagi Pertamina.

Pertamina juga segera merealisasikan kontrak kerja sama dengan Saudi Aramco untuk pengembangan dan peremajaan kilang minyak Cilacap, Jawa Tengah. Rencananya, penandatanganan kerja sama tersebut akan dilakukan pekan ini juga.

“Tanggal 26 (November 2015). Langsung (dikerjakan) tapi engineering dulu tentu kan,” kata Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, ditemui di sela acara Pertamina Energy Forum di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (24/11).

Aramco rencananya bakal membantu Pertamina untuk melakukan modernisasi kilang (Refinery Development Masterplan/RDMP) di Cilacap dan membentuk joint venture. Dalam perusahaan patungan itu, Aramco akan menguasai 40-45%. “Kerjasama tersebut rencananya memiliki kontrak investasi senilai US$ 5 miliar atau Rp 68,5 triliun (kurs Rp 13.700),” tutur Dwi.

Selain dengan Aramco,  Pertamina sedang menjajaki kerja sama dengan perusahaan Jepang, yakni JX Nippon Oil and Energy Corporation, untuk pengembangan dan peremajaan kilang di Balikpapan, Kalimantan Timur. “Mudah-mudahan segera ketemu kesepakatannya seperti dengan Saudi Aramco. Kita inginnya November ini sudah bisa (ditandatangani), tapi pihak JX Nippon butuh waktu kira-kira 3 hingga 4 bulan lagi,” tutur Rachmad.(LH)