JAKARTA – PT Pertamina (Persero) berencana menurunkan kepemilikan saham di perusahaan patungan (joint venture) yang menggarap proyek revitalisasi (refinery development master plan/RDMP) Kilang Cilacap dan proyek pembangunan kilang baru di Tuban, Jawa Timur. Untuk revitalisasi Kilang Cilacap, Pertamina akan bermitra dengan Saudi Aramco dan Kilang Tuban berkongsi dengan Rosneft, Rusia.

Pertamina untuk kedua proyek tersebut akan menguasai kepemilikan saham mayoritas, sebesar 55%. Sisanya, dikuasai mitra strategis.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan kebijakan penurunan saham pada proyek kilang sepenuhnya keputusan korporasi. Rencana tersebut juga telah dibicarakan Pertamina kepada pemerintah.

“Ada kemauan (turunkan share), tapi yang mananya mau di share down itu terserah Pertamina. Itu aksi korporasi Pertamina, secara umum itu boleh,” kata Arcandra di Kementerian ESDM, Kamis (2/11).

Menurut Arcandra, rencana penurunan kepemilikan saham didukung oleh Presiden Joko Widodo. Namun yang harus diperhatikan proyek harus tetap berjalan sesuai dengan rencana, bahkan kalau bisa dipercepat karena fokus pemerintah adalah untuk mewujudkan ketahanan energi.

“Bapak Presiden mengarahkan, iya begitu kalau memang iya bisa berkurang partisipasi tidak harus 50%, 15% juga boleh. Ini masalah ketahanan energi,” ungkap Arcandra.

Mamit Seiawan, Direktur Eksekutif Energy Watch, menilai rencana penurunan kepemilikan saham Pertamina di proyek kilang patut dipertimbangkan jika dilihat dari kondisi finansial perusahaan.

Pembangunan dan revitalisasi kilang penting dilakukan mengingat kilang yang dimiliki Pertamina saat ini sudah cukup tua dan tidak cukup memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Kemampuan produksi kilang yang hanya 1,1 juta barel per hari dan hanya bisa tercapai 80% saja merupakan tanda harus segera dibangun kilang baru mengingat konsumsi masyarakat Indonesia sudah mencapai sekitar 1,6 juta barel per hari.

“Saya kira ditengah kondisi keuangan Pertamina yang masih cukup berat karena harus banyak menanggung kerugian akibat distribusi BBM, langkah ini sudah cukup tepat. Karena beban keuangan Pertamina bisa sedikit berkurang dan rencana untuk pembangunan kilang tetap terlaksana,” kata Mamit.(RI)