JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui PT Pertamina (Persero) akan memasok kebutuhan gas dalam bentuk gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) ke Bangladesh melalui Petrobangla. Untuk langkah awal, Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menandatangani nota kesepahaman dengan Nasrul Hamid, Menteri Power, Energi dan Sumber Daya Mineral Bangladesh.

Menurut Jonan, kerja sama untuk memasok LNG ke Bangladesh merupakan pengalaman pertama kali Pertamina mengekspor LNG ke negara lain. Meskipun diinisiasi melalui kerja sama antar pemerintahan, kerja sama Pertamina-Petrobangla akan tetap memperhatikan keekonomian dari suatu hubungan bisnis kedua perusahaan.

“Ini kerja sama pertama kali bagi Pertamina men-supply LNG ke negara lain, dan tentu kerja sama bisnis berdasarkan nilai komersial sesuai dengan hubungan baik antara kedua negara,” kata Jonan di Jakarta, Jumat (15/9).

Nasrul Hamid, menyatakan kerja sama dengan Indonesia melalui Pertamina sangat penting karena Bangladesh saat ini sangat membutuhkan pasokan LNG seiring dengan cadangan LNG di dalam negeri yang terus menipis.

Bangladesh saat ini tengah membangun dua fasilitas Floating Storage Ragasification Unit (FSRU). Pasokan gas dari Pertamina dibutuhkan untuk memasok kebutuhan FSRU tersebut saat rampung pada 2018 mendatang.

“Saat ini kita sedang finalisasi pembangunan infrastruktur, dua FSRU berkapasitas 1.000 MMSCFD,” kata Nasrul.

Sebagian besar kerja sama LNG dengan Pertamina direncanakan untuk dipasok memenuhi kebutuhan pembangkit listrik.

“Kami sedang bangun pembangkit listrik dengan kapasitas 24 ribu MW pada 2021 dan 40 ribu MW pada 2031,” kata Nasrul.

Menurut Abul Mansur Md Faizullah, Direktur Utama Petrobangla, pada tahap awal Pertamina diharapkan bisa memasok LNG dengan kapasitas sekitar 1 MTPA.

“Kami sempat usulkan mungkin sekitar 1 milion ton per tahun,” kata Faizullah.

Pasokan LNG di Indonesia tercatat berlebih. Data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM masih banyak kargo LNG yang belum terserap, dan kargo gas yang tidak terserap ini memiliki tren yang terus meningkat.

Pada 2014 ada 22 kargo, rinciannya 16 kargo diekspor dan sisanya untuk domestik. Setahun kemudian membengkak jadi 66 kargo, rinciannya 60 kargo diekspor dan enam kargo untuk dalam negeri. Tahun lalu juga ada 66,6 kargo tidak terserap, rinciannya 43 kargo diekspor dan 23,6 kargo untuk dalam negeri.(RI)