JAKARTA – PT Pertamina (Persero) mengajukan permintaan open data migas Blok Rokan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kontrak Blok Rokan yang menjadi kontributor terbesar produksi minyak nasional akan berakhir pada 2021.

Tunggal, Direktur Pembinaan Hulu Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan pemerintah telah menerima pengajuan permohonan open data dari Pertamina untuk bisa memulai kajian di Blok Rokan yang saat ini masih dikelola PT Chevron Pacific Indonesia.

“Pertamina kirim surat open data. Baru minta open data. Kalau dikasih open data, mau minta atau mau tidak ya terserah Pertamina,” kata Tunggal saat ditemui di Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (15/2).

Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diberikan hak khusus dalam pengelolaan blok yang memasuki masa terminasi atau masa habis kontrak. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No 15 Tahun 2015 tentang pengelolaa wilayah kerja minyak dan gas bumi yang akan berakhir kontrak kerja samanya.

Dalam beleid tersebut dikatakan bahwa pengelolaan oleh Pertamina pada wilayah kerja yang berakhir kontrak kerja samanya, dilakukan setelah mendapat persetujuan menteri, dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan pengelolaan kepada menteri melalui direktur jenderal minyak dan gas bumi, paling cepat 10 tahun dan paling lambat dua tahun sebelum kontrak berakhir.

Kemudian terkait permohonan pengelolaan, Pertamina dapat mengajukan permohonan izin pembukaan dan pemanfaatan data pada wilayah kerja yang akan berakhir kontrak kerja samanya kepada menteri ESDM cq dirjen migas. Selanjutnya, kontraktor dengan difasilitasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) menindaklanjuti pembukaan dan pemanfaatan data paling lambat 30 hari kalender sejak izin pembukaan dan pemanfaatan data.

Chevron hingga sekarang belum juga mengajukan permohonan perpanjangan kontrak baru. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, kontraktor dapat mengajukan perpanjangan kontrak kerja sama paling lambat dua tahun sebelum kontrak berakhir.

Pertamina selama ini dinilai ragu untuk masuk ambil alih Blok Rokan karena masih dihantui oleh kewajiban menanggung Abandonment Site Restoration (ASR) yang diperkirakan cukup besar.

Tunggal menegaskan untuk jumlah dana ASR yang harus dikeluarkan belum bisa dipastikan saat ini karena masih harus melalui evaluasi SKK Migas.

“Itu SKK Migas yang tahu jumlah sumurnya yang harus direhabilitasi atau apa, potensinya yang mana. Syaratnya sumur kalau tidak berproduksi sudah habis potensinya ya di Plug and Abandoned (sumbat dan tinggalkan),” kata dia.

Kontrak pengelolaan blok Rokan oleh Chevron harus kembali dilihat, jika tidak mewajibkan atau tidak harus menanggung ASR oleh kontraktor lama maka kontraktor baru nantinya akan menanggung kewajiban tersebut.

“Kontraknya dulu bagaimana bunyinya. Blok Attaka itu kan kontraknya tidak sebut, kalau disebut tanggung jawab siapa? Untung masih ada minyaknya, tanggung jawab kontraktor baru,” kata Tunggal.

Blok Rokan hingga sekarang masih menjadi penyumbang terbesar dalam target lifting minyak nasional. Tahun lalu saja rata-rata produksi blok Rokan sebesar 224,3 ribu barel per hari (bph) atau 28% dari lifting minyak nasional.(RI)