JAKARTA – PT Pertamina (Persero) dinilai sudah mempunyai landasan hukum yang jelas untuk bisa mengakses data-data blok minyak dan gas habis kontrak  (terminasi). Apalagi jika blok tersebut sudah diputuskan pemerintah untuk diserahkan ke Pertamina untuk dikelola.

“Kalau regulasi memungkinkan Pertamina masuk dulu,  sudah ada payung hukumnya. Jadi kalau berminat sebenarnya sudah ada payung hukum. Kontraktor eksisting tidak bisa terus bertahan,  ada regulasi yang mengatur Pertamina bisa masuk untuk mengakses data,” kata Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute kepada Dunia Energi, Jumat (27/10).

Pertamina sebelumnya telah ditunjuk pemerintah untuk mengelola delapan blok terminasi.

Kedelapan blok tersebut adalah Blok Sanga Sanga, East Kalimantan, Attaka,South East Sumatera, Tengah, NSO,Tuban, dan Ogan Komering.

Dua blok, yakni Attaka dan East Kalimantan akhirnya dikembalikan Pertamina kepada pemerintah karena alasan keekonomian lapangan yang tidak sesuai dengan perhitungan. Pertamina sebagai kontraktor baru diharuskan menanggung beban Abandonment Site Restoration (ASR) atau kewajiban pemulihan lingkungan sekitar area operasi yang membutuhkan dana sangat besar.

Seiring dengan dikembalikannya dua blok, Pertamina pun fokus untuk mempersiapkan pengelolaan blok-blok yang akan berakhir kontraknya kurang dari satu tahun lagi itu. Namun sayang, persiapan tersebut masih menemui ganjalan.

Menurut sumber Dunia Energi, Pertamina kesulitan untuk mendapatkan data blok migas dari operator eksisting yang seharusnya bisa digunakan untuk menyusun rencana kerja ke depan.

“Di beberapa blok operator lama tidak menyarahkan data. Padahal di situ Pertamina sudah punya saham juga,” kata narasumber tersebut.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) Nomor 15 Tahun 2015 tentang pengelolaan wilayah kerja migas yang akan berakhir kontrak kerja samanya disebutkan dalam pasal 3,  Pertamina dapat mengajukan permohonan izin pembukaan dan pemanfaatan data pada WK yang akan berakhir kontrak kerja samanya kepada Menteri ESDM cq. Ditjen Migas.

Selanjutnya, kontraktor dengan difasilitasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) menindaklanjuti pembukaan dan pemanfaatan data paling lambat 30 hari kalender sejak izin pembukaan dan pemanfaatan data.

Kesulitan untuk mendapatkan akses data blok migas itu tentu merugikan Pertamina untuk persiapkan rencana kerjanya di blok blok tersebut. Apalagi dengan kebijakan pemerintah yang kembali membuka peluang kontraktor lain utamanya di para operator eksisiting untuk memperpanjang kontraknya seperti di blok Sanga sanga yang dioperatori Vico Indonesia dan blok South East Sumatra (SES) oleh CNOOC.

Pemerintah telah memanggil para kontraktor yang berminat untuk mempresentasikan rencana kerjanya dalam mengelola blok-blok tersebut.

“Belum tentu (Pertamina). Penugasan memang ada, tapi kita bicara term and condition masing-masing,” kata Tunggal Direktur Pembinaan Hulu Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beberapa waktu lalu.(RI)